Tuesday, 11 November 2014

Hakikat Cinta

Hakikat Cinta

Hakikat Cinta Kepada Allah

ذَٲلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ‌ۗ قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ أَجۡرًا إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِى ٱلۡقُرۡبَىٰ‌ۗ وَمَن يَقۡتَرِفۡ حَسَنَةً۬ نَّزِدۡ لَهُ ۥ فِيہَا حُسۡنًا‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ شَكُورٌ



“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang mencintai-Nya (beriman) dan mengerjakan amal yang shaleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruan cinta-Ku, kecuali cinta dalam kemesraan (kekeluargaan). Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Aku tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Q.S. Asy-Syura: 23)
Cinta kepada Allah Swt adalah mengutamakan Allah di atas siapapun dan apapun juga. Cinta kepada Allah adalah sikap tunduk, patuh dan berbuat sedaya upaya dengan maksud hanya mengharapkan keridhaan-Nya.
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa cinta kepada Allah Swt adalah tujuan utama dan tertinggi dari seluruh derajat/level spiritual. Setelah derajat kecintaan ini, tidak ada lagi derajat yang lain kecuali buah dari kecintaan itu sendiri. Aktifitas-aktifitas spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain sebagainya itu akan bermuara pada mahabatullah (cinta kepada Allah Swt).
Kita tentu sudah tak asing lagi dengan nama Rabi’ah Al ‘Adawiyah, atau minimalnya kita pernah mendengar namanya. Ia adalah seorang sufi wanita terkenal dari Bahsrah. Suatu ketika, Rabi’ah Al ‘Adawiyah berziarah ke makam Rasulullah Saw. dan berucap, “Maafkan aku ya Rasulullah, bukan aku tidak mencintaimu tapi hatiku telah tertutup untuk cinta kepada yang lain, karena telah penuh cintaku pada Allah Swt”.
Ucapan Rabi’ah Al ‘Adawiyah di atas mengajarkan bahwa  cinta kepada Allah Swt itu harus mendominasi hati sehingga tidak hadir sesuatu yang lain yang menjadi pesaing bagi-Nya di dalam hati untuk dicintai. Bukan berarti Rabi’ah Al ‘Adawiyah tidak mencintai Rasullah Saw. Ucapan Rabi’ah Al ‘Adawiyah tersebut mengandung arti bahwa cinta kepada Allah Swt adalah cinta yang utama yang menjadi latarbelakang cinta yang lain termasuk cinta kepada Rasul. Jadi seorang mu’min yang mencintai Allah dengan sungguh-sungguh pastilah mencintai apa yang di cintai-Nya pula. Rasulullah Saw pernah berdoa, “Ya Allah karuniakan kepadaku kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diriku pada kecintaan-Mu. Jadikanlah Dzat-Mu lebih aku cintai daripada air yang dingin bagi orang yang dahaga.” (HR. Abu Nu’aim).
Imam Ghazali juga menerangkan bahwa kata “mahabbah” (kecintaan) berasal dari kata “hubb” yang mempunyai asal kata “habb” dan berarti biji atau inti. Sebagian ahli tasawuf menjelaskan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari perjalanan keberagamaan. Mungkin kita banyak mengalami perbedaan dalam menjalankan syariat disebabkan perbedaan mazhab atau karena perbedaan ijtihad. Namun, rasa cinta kepada Allah Swt adalah kekuatan yang bisa menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut.
Kecintaan kepada Allah Swt tidak hanya kita wujudkan dalam ibadah-ibadah mahdah (hablumminallah) semata, melainkan juga mencakup ibadah-ibadah yang bentuknya interaksi dengan sesama manusia dan alam lingkungan.
Ada satu kisah, sewaktu masih kecil, Husain (cucu Rasulullah Saw) pernah bertanya kepada ayahnya, yaitu Ali bin Abi Thalib, “Apakah engkau mencintai Allah?” Ali RA menjawab, “Ya”. Lalu Husain bertanya lagi, “Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?” Ali RA menjawab, “Ya”. Husain bertanya lagi, “Apakah engkau mencintai Ibuku?” Ali RA pun menjawab, “Ya”. Husain kecil kembali bertanya, “Apakah engkau mencintaiku?” Ali RA menjawab, “Ya”.
Husain kecil yang masih polos itu mengajukan pertanyaan terakhir, “Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?” Kemudian Ali RA menjelaskan, “Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Rasulullah Saw), ibumu (Fatimah RA) dan cintaku kepada engkau adalah karena cintaku kepada Allah Swt”. Karena sesungguhnya semua cinta itu merupakan cabang-cabang dari cinta yang utama yaitu cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.


Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta

Monday, 10 November 2014

Kunci Orang yang Beruntung

3 Resep Pribadi Unggul

1. Bisa Melakukan Percepatan diri.
Orang yang unggul memiliki  waktu sama tapi isi berbeda. Seperti dalam waktu yang bersamaan. ada yang memanfaatkan waktu untuk main, ada yang tidur, ada juga yang sedang beribadah.
contoh lain ketika sepertiga malam terakhir, ada yang bergadang, ada yang tidur pulas, ada juga yang tahajud dan tafakur. Waktunya sama, tapi isi beda.
Semua orang memiliki jatah waktu yang sama 24 jam sehari. Jadi masalahnya bukan waktu tapi siapa yang bisa lebih pintar dalam mengisi waktunya.
Kualitas keislaman seseorang bisa dilihat dari kemampuannya menjauhi perbuatan dan perkataan yang tidak ada manfaat / sia-sia.
2. Bisa Berhasil Memasuki Sistem yang Unggul.
Bergaul dengan penjual minyak wangi, akan ikut harum. bergaul dengan pandai besi akan bau bakaran, bergaul dengan ahli Sholat Tahajud akan terbawa ikut sholat tahajud.
Ibarat naik mobil, tergantung dengan mobil yang ia masuki, ikut dalam satu mobil bila mobilnya pelan, maka akan ikut pelan. bila ikut mobil yang cepat, maka akan kebawa cepat.
Makanya masuk dalam lingkungan sitem yang unggul, kita terbawa unggul.
3. Memiliki Hati yang Bersih (Qolbun Salim).
Orang yang berhati kotor akan kontra produktif, untuk sombong saja bisa cape, untuk riya, ingin dipuji orang itu makan waktu, pikiran dan biaya.
Tapi bagi orang yang berhati bersih, tidak ada waktu untuk riya, sombong, dengki kepada karunia yang diberikan Allah kepada orang lain.
maka orang yang berhati bersih, akan cenderung lebih cepat mendapatkan yang terbaik karena Allah lebih suka kepadanya, dan dia benar-benar efektif menggunakan potensinya.
 
 
sumber : aa gym

Tobat yang sesungguhnya..!!!

Tobat Terus Menerus

dikutip dari buku “Agar Hidup Allah yang Urus – Jurus 5-us”
Ketika seseorang mengendarai mobil. Kemudian hujan sangat deras dan pembersih atau kipas kaca tidak berfungsi maka ia pun dilanda gelisah dan khawatir. Kegelisahan dan rasa khawatir itu tentu bukan karena tidak ada jalan, melainkan karena ia tidak bisa melihat jalan. Lalu , apa yang harus ia lakukan, apakah memikirkan jalan ataukah membersihkan kaca duhulu? Tentu jawabannya adalah yang kedua. Nah, seperti itulah taubat.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah mengarunianya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya“. (HR.Ahmad). 
Ketika kita merasa bahwa rezeki kita susah, maka yang harus segera kita lakukan adalah memeriksa ke dalam diri kita. Karena sesungguhnya yang menjadi penghalang bertemunya kita dengan rezeki adalah dosa-dosa kita. Demikian pula dengan jalan keluar bagi masalah-masalah kita. Sebenarnya jalan keluar itu sudah ada, sebagaimana rezeki kita itu juga sudah ada. Namun, kita akan sulit menemukannya karena suatu penghalang yang bernama dosa.
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika ingin bertaubat atas dosa-dosa kita? Ada beberapa syarat agar taubat kita diterima Allah Swt.
Syarat pertama, penyesalan. Taubat adalah penyesalan. Semakin besar rasa penyesalan seorang pelaku dosa, itu bagaikan sedang diperas segala kotoran dosa dari dirinya hingga benar-benar habis dan kering.
Syarat kedua, memohon ampunan atas kesalahan dan dosa yang telah dilakukan. Sebagai contoh adalah nabi Adam AS. Langkah pertama yang beliau lakukan setelah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Allah Swt adalah bertaubat. Beliau berdoa,
 “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf [7]: 23).
Karakter orang yang bertaubat adalah dirinya tidak melihat kesalahan yang dilakukan orang lain terhadapnya. Dia hanya fokus pada kesalahan yang telah ia lakukan. Seperti pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah nabi Adam AS ini. Beliau telah ditipu oleh iblis, tapi beliau tidak menyalahkan iblis atas kesalahan yang beliau lakukan. Beliau juga tidak menyalahkan Hawa yang telah menemaninya makan buah yang dilarang oleh Allah Swt.
Demikian juga kisah nabi Yunus AS. Beliau merasa tidak sabar menghadapi pembangkangan yang dilakukan kaumnya terhadap kebenaran yang beliau bawa. Beliau pun pergi meninggalkan mereka. Beliau melakukan perjalanan dengan menumpang sebuah kapal, mengarungi lautan. Di tengah lautan luas, kapal yang mereka tumpangi diterjang topan badai hingga kapal itu terancam karam.
Para penumpang kapal sepakat bahwa kapal harus dikurangi bebannya, dan mereka bersepakat akan mengundi siapa di antara mereka yang akan dilemparkan ke lautan. Setelah melakukan beberapa kali pengundian, nama Nabi Yunus AS.-lah yang keluar. Beliaupun akhirnya dilempar ke lautan yang gelap gulita.
Tak cukup sampai di sana, beliau kemudian ditelan oleh seekor ikan paus. Ketika berada di dalam perut paus inilah kemudian keyakinan Nabi Yunus AS. kembali menguat. Di dalam suasana yang gelap dan pengap, beliau bertaubat seraya berdoa kepada Allah Swt sebagaimana diabadikan di dalam Al Quran,
 “.. Sesungguhnya tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim”. Maka, Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan, demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiyaa[21]: 87- 88).
Nabi Yunus AS. tidak menyalahkan umatnya. Tidak juga beliau menyalahkan orang-orang yang melemparkannya ke dalam lautan. Beliau pun tidak menyalahkan ikan paus yang telah menelannya. Beliau fokus kepada dirinya sendiri yang telah keliru melakukan kesalahan, kemudian memohon ampunan kepada Allah Swt.
Nabi Adam AS. dan Nabi Yunus AS kemudian diberikan ketenangan di dalam dirinya  oleh Allah Swt dan diberikan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapinya.
Syarat ketiga, tekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya. Ada keseriusan di dalam diri untuk tidak mengulangi perbuatan dosa setelah bertaubat.
Syarat keempat, hijrah. Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari perbuatan salahnya kepada kebenaran. Bila ada orang yang terbiasa membicarakan keburukan orang atau menghina orang, hendaklah ia berhenti dari perbuatannya itu dan membiasakan diri hanya mengucapkan kebaikan dan kebenaran. Orang yang terbiasa minum minuman keras, hendaklah ia berhenti kemudian membiasakan diri untuk berderma kepada orang lain dengan harta, makanan atau minuman yang halal.
Demikianlah orang yang benar-benar bertaubat. Ia akan meninggalkan kebiasaan perbuatan buruk, lalu berpindah kepada kebiasaan perbuatan baik. Pindah dari lingkungan yang buruk, kepada lingkungan yang kondusif untuk memperbaiki diri. Makin kuat hijrahnya, maka makin bagus taubatnya, makin tenang hatinya, makin terbuka jalan keluar dari semua permalahan hidup yang ia hadapi.
Betapa manusia selalu melakukan kesalahan. Itu memang tabiat dari manusia. Namun, karena Maha Pengasih dan Maha Pengampunnya Allah Swt, Dia terus membuka pintu taubat-Nya hingga kiamat tiba. Oleh karena itu, semoga kita tergolong sebagai manusia yang bertaubat dengan sungguh-sungguh atas segala kesalahan-kesalahan kita dan senantiasa sadar untuk tidak mengulanginya. Sehingga Allah Swt senantiasa mengurus kita, semakin melimpahkan kebaikan bagi kita

sumber : aa gym

Hanya mengharap Ridho ALLOH SWT

Pentingnya Niat dalam Amal

Mari kita ajukan sebuah pertanyaan, ‘’Apakah yang menjadi penyebab amal ibadah kita tidak diterima Alloh Swt?’’ Jawaban yang paling mendasar adalah karena salah niat.
Di akhirat kelak ada seorang mujahid yang mati di medan perang,seorang yang rajin sedekah, dan seorang lagi pembaca Al-Quran, namun mereka masuk neraka. Mengapa? Karena salah dalam niat. Mari kita simak keterangan berikut ini.
Abu Hurairoh ra meriwayatkan, bahwa ia pernah mendengar Rosululloh Saw bersabda, ‘’Manusia yang pertama diadili padahari Kiamat nanti adalah orang yang mati di medan jihad. Orang itu didatangkan di hadapan Alloh. Kemudian, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya.
Alloh bertanya kepadanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Aku telah berperang membela agama-Mu.’’ Lalu, Allah berkata,
‘’Engkau berbohong. Engkau berperang agar orang-orang menyebutmu seorang pemberani.’’ Kemudian, Alloh memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Kemudian, seorang penuntut ilmu sekaligus rajin membaca Al Quran, dihadapkan kepada Alloh. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Alloh bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Dia menjawab, ‘’Aku menuntut ilmu, mengamalkannya dan aku membaca Al Quran dengan mengharap ridho-Mu.’’
Alloh berkata kepadanya, ‘’Engkau berbohong. Engkau mencari ilmu supaya orang menyebut engkau sebagai seorang alim. Dan, engkau membaca Al Quran agar orang lain menyebutmu rajin membaca Al Quran.’’ Kemudian, Alloh memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Selanjutnya, seorang kaya raya dan terkenal dermawan, dihadapkan kepada Alloh. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Alloh bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Semua harta yang aku miliki tidak aku sukai, kecuali aku sedekahkan karena-Mu.’’
Lalu, Alloh berkata, ‘’Engkau berbohong. Engkau melakukan itu agar orang-orang menyebut engkau sebagai dermawan dan murah hati.’’ Kemudian Alloh memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Abu Hurairah berkata, ‘’Kemudian, Rosululloh menepuk pahaku dan berkata, ‘’Wahai Abu Hurairoh, mereka adalah manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka Jahanam di hari kiamat nanti.’’ (Hadist Riwayat Muslim)
Subhanalloh! Padahal bukankah mati syahid itu sangat besar ganjarannya di sisi Alloh Swt. Akan tetapi ganjaran yang besar itu tak akan pernah ada jika ternyata orang tersebut salah niat. Tidak fokus dalam niatnya. Betapa rugi sekali orang seperti ini.
Seorang pencari ilmu yang sudah memiliki gelar berderet-deret, pekerjaan yang mentereng dengan gaji yang besar. Namun, ternyata untuk semua hal-hal duniawi itulah dia mencari ilmu. Bukan demi ridho Alloh. Demi sanjungan dan penghargaan dari manusia yang memandangnya sebagai
orang berilmu. Maka, sia-sialah semua itu di hadapan Alloh Swt.
Seorang pembaca Al Quran yang rajin tilawah dan merdu suaranya, namun ternyata bukan ridho Allh yang dikejarnya meski yang keluar dari lisannya adalah bacaan ayat-ayat Al Quran. Ia mengejar decak kagum dari manusia yang menyebutnya sebagai seorang qori atau qoriah. Ia mengejar sertifikat, piala dan hadiah-hadiah dari lomba-lomba pembacaan Al Quran. Maka, semua yang diperbuatnya menjadi percuma di hadapan Alloh Swt.
Termasuk juga orang yang bergiat dalam dunia dakwah. Bisa jadi yang ada di dalam hatinya adalah harapan agar dipandang oleh orang sebagai seorang dai. Yang ada dalam pikirannya adalah angka-angka berapa honor yang akan ia terima. Tiidak ada Alloh di hatinya, meski yang ia sampaikan adalah ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Rosululloh Saw.
Seorang yang gemar mendermakan hartanya, namun bukan penialian Allloh yang ia harapkan, maka ia telah tersesat dalam niatnya. Apa yang ia harapkan adalah kekaguman orang lain yang memandangnya sebagai seorang dermawan. Apa yang ia harapkan adalah sorotan dan jepretan kamera wartawan yang akan memberitakan perihal kegiatannya membagi-bagi sebagian dari hartanya.
Saudaraku, jadi bukan karena kurang kerja keras, amal menjadi tidak bernilai, tetapi karena salah niat yang tidak fokus kepada Alloh Swt.
‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (QS. Adz Dzariyat (51):56).
Jelas sekali ayat ini menegaskan kepada kita dengan terang-benderang bahwa sudah semestinya yang menjadi fokus kita adalah Alloh Swt dalam setiap amal perbuatan kita. Sehingga apa yang kita lakukan menjadi bernilai ibadah di hadapan Alloh Swt.
Jika Alloh Swt menjadi fokus kita, maka niscaya akan tenang hati kita. Mengapa ada orang yang ketika merasa disakiti oleh orang lain, kemudian dia tenggelam dalam rasa kecewa, sakit hati dan dendam berkepanjangan? Kemudian, ia pun tersiksa oleh perasaannya itu. Mengapa demikian? Karena dia hanya fokus kepada mahluk, kepada manusia yang telah menyakitinya itu.
Lain halnya jika orang itu kemudian fokus kepada Alloh semata, Dzat yang Maka Kuasa atas segala sesuatu, maka niscaya akan terobati rasa sakit hatinya. Hidupnya akan menjadi tenang dan tenteram kembali. Karena ia yakin segala sesuatu terjadi atas izin-Nya, dan tidak ada kejadian di alam raya ini yang terjadi secara sia-sia, pasti ada kebaikan yang terkadung di dalamnya.
Ingat rezeki, segera fokus kepada Alloh yang menggenggam rezeki. Ingat ke anak, segera fokus kepada Alloh yang telah menitipkannya kepada kita. Ingat ujian sekolah segera fokus kepada Alloh yang telah mengkarunia akal pikiran. Ada yang memfitnah, segera fokus kepada Alloh Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Punya hutang, segera fokus kepada Alloh Yang Maha Kaya.
Jika yang menjadi fokus kita hanya Alloh, maka Insya Alloh, Dia akan membimbing kita dalam setiap aktifitas kita. Sehingga setiap yang kita lakukan bisa mencapai tingkat yang maksimal. Fokus kepada Alloh akan menghadirkan semangat yang luar biasa di dalam hati kita. Seperti para mujahidin di medan jihad, ketika hanya Alloh yang menjadi fokus tujuan mereka, maka mereka akan melakoni jihad tersebut dengan semangat bergelora tanpa ada rasa takut terhadap makhluk sedikit pun.
Betapa penting untuk fokus hanya kepada Alloh Swt, semata. Agar kita semakin semangat melihat diri untuk lurus dalam niat, fokus hanya mengharap ridho Alloh, bukan yang selain-Nya. Dan, meraih prestasi terbaik di dunia dan akhirat.

sumber : aa gym

Al Kisah

Manakah yang Lebih Menakjubkan ?

Kisah menakjubkan yang disampaikan oleh seorang da’i. Sang da’i berkata : “Pelaku kisah ini bercerita kepadaku”:

“Suatu hari aku bersafar dari Thoif menuju Riyadh bersama istri dan anak-anakku. Akan tetapi di tengah jalan mobilku rusak. Tatkala itu cuaca panas. Maka akupun berhenti di dekat salah satu pom bensin (*tempat peristirahatan yang juga lengkap dengan warung serta bengkel). Maka aku mengecek mobilku dengan memanggil seorang montir yang ada di bengkel disekitar pom bensin tersebut. Sang montir mengabarkan bahwa mobilku rusak berat, mesin penggeraknya rusak, hanya bisa diperbaiki di Thoif atau di Riyadh.

Maka akupun berdiri di bawah terik matahari, sementara istri dan anak-anakku tetap berada di dalam mobil. Aku tidak tahu apa yang harus aku kerjakan…, anak-anakku bagaimana…?, istriku?, mobilku?, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Orang-orang melewatiku dan melihat kondisiku akan tetapi tidak seorangpun yang menyapaku, semuanya lewat dengan cuek. Hingga akhirnya tidak berapa lama kemudian ada seseorang yang lewat dan berkata, “Semoga Allah menolongmu…, semoga Allah memberi kemudahan padamu”. Ini adalah orang yang terbaik yang lewat, ia mendoakanku. Tak lama kemudian ada seseorang yang keluar dari pom bensin lalu berhenti di mobilku yang rusak lalu menyapaku,

“Assalaamu’alaikum”, Aku berkata, “Wa’alaikum salam”. Ia berkata, “Ada apa dengan mobilmu, semoga baik-baik saja?”. Aku berkata, “Mobilku rusak”. Rupanya orang ini punya keahlian tentang mesin mobil. Maka ia berkata, “Coba aku cek dulu ada apa dengan mobilmu…”. Setelah mengecek lalu ia berkata, “Ini rusak berat, tidak bisa diperbaiki”.
Aku berkata, “Lantas solusinya bagaimana?”. Ia lalu menyampaikan sebuah ide yang selama hidupku tidak pernah aku mendengar ide seperti ini, padahal ia tidak mengenalku dan aku tidak mengenalnya.

Ia berkata, “Akhi.., engkau membawa keluarga sedangkan aku hanya sendirian…, engkau masukkan saja istri dan anak-anakmu ke mobilku terus bawalah mobilku, lanjutkan perjalananmu ke Riyadh, dan bertawakkallah kepada Allah. Adapun aku gampang…, aku akan nungguin mobilmu, aku minum kopi di warung, dan aku makan siang…. Perjalananmu masih sekitar 400 km. Kalau kamu sudah sampai di Riyadh maka antarkan keluargamu di rumahmu, lalu kirim aja mobil pengangkut dari Riyadh untuk menjemput aku dan mobilmu. Aku akan menunggui mobilmu sampai datang mobil penjemput  !!”.

Aku berkata, “Wahai saudaraku…, engkau tidak mengenalku…bagaimana engkau memberikan mobilmu kepadaku !!”.
Ia berkata, “Perkaranya biasa aja…kan mobilmu juga sama aku, mobilku sama kamu”
Aku sungguh heran dengan sikap orang ini. Ia lantas segera mengeluarkan barang-barangku dari mobilku dan memasukannya ke mobilnya, lantas ia berkata…”Silahkan jalan, bertawkkallah kepada Allah”.

Maka akupun melanjutkan perjalananku hingga aku tiba di Riyadh di waktu maghrib, lalu akupun menyewa mobil pengangkut untuk menjemputnya dan mobilku. Dan ternyata mobil pengangkut tersebut baru sampai pada keesokan paginya. Hingga akhirnya ia baru sampai di Riyadh di waktu dzuhur. Begitu sampai Riyadh aku segera menemuinya untuk mengembalikan mobilnya. Aku berkata kepadanya, “Apa yang kau kehendaki..?, mungkin ada yang kau butuhkan…??, aku ingin membalas kebaikanmu”

Ia berkata, “Alhamdulillah…aku tidak melakukan apa-apa buatmu…mobilku sekarang kembali dan mobilmu juga sudah sampai ke Riyadh”
Aku berkata, “Kalau begitu, aku minta nomor teleponmu”, iapun memberikan nomor teleponnya dan kamipun berkenalan sebentar.

Setelah itu berjalanlah hari…berlalulah minggu…lewatlah bulan.. hingga suatu hari akupun berkumpul dengan sahabat-sahabtku membicarakan tentang perbuatan-perbuatan baik. Lalu aku ceritakan kepada mereka kisahku ini, tentang pertolongan dari seseorang yang aku tidak pernah mengenalnya dan ia tidak pernah mengenalku. Sungguh aku tidak menyangka ada kebaikan lagi di dunia ini hingga akhirnya aku bertemu dengan orang ini. Ia telah berbuat baik kepadaku.

Akupun teringat bahwasanya sudah lama aku tidak meneleponnya, maka akupun mencari nomor teleponnya, lalu akupun meneleponnya. Akan tetapi tenyata yang mengangkat telepon adalah istrinya. Maka aku berkata, “Dimanakah si fulan?”, ternyata istrinya menjawab dengan nada yang ketus, “Apalagi yang kalian inginkan…ia sudah dipenjara !!!”. Akupun terperanjat, aku bertanya, “Kenapa dipenjara?”. Istrinya dengan nada ketus berkata, “Kamu dan orang-orang yang sepertimu selalu saja datang dan menagih-nagih hutang hingga akhirnya suamiku dipenjara !!!”, Aku bertanya lagi, “Di penjara mana?”, maka istrinya mengabarkan bahwasanya ia dipenjara di sebuah penjara di Riyadh.

Maka keesokan harinya aku hendak berniat membalas kebaikannya. Maka akupun membawa uang sejumlah 100 ribu real (*sekitar 250 juta rupiah) lalu aku pergi menunju penjara tersebut. Aku menemui kepala penjara, lantas aku bertanya kepadanya, “Apakah si fulan dipenjara di sini?”, ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Masalahnya apa?”, ia berkata, “Karena masalah hutang”. Akupun mengeluarkan uangku 100 ribu real, lalu aku berkata, “Ini uang 100 ribu real, keluarkanlah ia dari penjara, dan jangan beritahu dari siapa. Sampaikan saja bahwasanya ada seorang dermawan yang memberikan, lunasi hutang-hutangnya dan keluarkanlah ia dari penjara”.

Kepala penjara tersebut lalu memanggil orang ini dan mengabarkan kepadanya bahwa ada orang yang ingin membebaskannya dengan menyumbangkan 100 ribu real. Kepala penjara berkata kepadanya, “Ambillah uang ini, semoga bermanfaat bagimu”. Akan tetapi ternyata  ia berkata, “Jazaahullahu khoiron, akan tetapi 100 ribu real ini tidak bermanfaat bagiku. Hutangku 3 juta real (*sekitar 7,5 milyar)”.

Rupanya orang ini telah masuk dalam perdagangan dan mengalami kerugian hingga akhirnya terlilit hutang sejumlah 3 juta real yang menyebabkan ia dipenjara karena tidak mampu untuk melunasinya. Lantas ia berkata kepada kepala penjara, “Ketahuilah uang 100 ribu real ini tidak bermanfaat bagiku, akan tetapi gunakan uang ini untuk membebaskan orang-orang yang dipenjara bersamaku yang kelilit utang 7 ribu real, atau 10 ribu real atau 20 ribu real“. Akhirnya dengan uang ini ia bisa membebaskan lebih dari 7 orang dari teman-temannya yang dipenjara.

Kepala penjara berkata, “Aku jadi bingung…manakah yang lebih menakjubkan…apakah perbuatan sang dermawan yang telah menyumbangkan 100 ribu realnya tanpa ingin diketahui…?, ataukah perbuatan orang yang dipenjara ini yang tidak memiliki uang sepeserpun dan dalam kondisi dipenjara lantas memberikan uang 100 ribu real untuk membebaskan teman-teman penjaranya??!!”

Setelah 2 atau 3 minggu kemudian maka aku kembali menelpon orang itu, dan ternyata yang mengangkat telepon kembali adalah istrinya. Lalu mengabarkan kepadaku bahwasanya suaminya masih saja dipenjara. Maka akupun kaget, lalu kututup teleponku dan segera aku berangkat menemui kepala penjara. Lalu aku berkata, “Akhi…3 minggu lalu aku kemari dan aku memberikan kalian 100 ribu real untuk membebaskan si fulan, lantas kenapa kalian belum membebaskannya?”. Kepala penjara berkata, “Wahai akhi…hutangnya 3 juta real, hanya 100 ribu real tentu tidak bisa membebaskannya. Akan tetapi wahai akhi…aku tidak tahu..mana yang lebih aneh dan menakjubkan…apakah perbuatanmu ataukah perbuatannya”.

Lantas kepala penjarapun menceritakan kepadaku apa yang telah terjadi. Maka akupun terperangah….aku berkata, “Sungguh orang ini luar biasa…!!!”. Lalu aku berkata kepada kepala penjara, “Kalau begitu berikan kepadaku bukti-bukti hutangnya 3 juta real”. Kebetulan aku adalah orang yang dilapangkan rizki dan juga aku punya banyak kenalan, maka akupun mencari bantuan dengan menemui orang-orang kaya hingga akhirnya setelah 3 bulan kemudian akupun bisa mengumpulkan 3 juta real, lalu akupun membayarnya kepada kepala penjara untuk membebaskannya”.

(Demikian ceritanya…diterjemahkan secara bebas oleh Ust. Firanda Andirja)
Diterjemahkan dari http://www.youtube.com/watch?v=PFQ8u-FBSj4&feature=player_embedded

Kunci Hidup Di Dunia

Dunia Ada Ditangan Tapi Tidak Dihati

-= Zuhud =-
Bila sedang berpikir keras atau sedang merasakan sesuatu dihati yang amat serius… tanyakanlah pada diri:
Apakah semua ini akan menyelesaikan masalah atau malah menambah masalah?
Apakah Alloh ridho dengan pikiran, perasaan ini atau tidak?
Mudah-mudahan kita tidak terjebak, larut dan hanyut oleh pikiran dan perasaan yang merusak dan menjauhkan dari Alloh.
Bagi yang ingin di cintai Alloh, juga dicintai manusia inilah kuncinya.
Dari Abul ‘Abbas, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang jika aku mengerjakannya, maka aku dicintai Allah dan dicintai manusia’. Maka sabda beliau : ‘Zuhudlah engkau pada dunia, pasti Allah mencintaimu dan zuhudlah engkau pada apa yang dicintai manusia, pasti manusia mencintaimu”. (HR. Ibnu Majah no.4102)
وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (38) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (39)
Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Zuhud kepada dunia: bukan berarti tak berharta, tapi sama sekali tak diperbudak dunia ini, ada ditangan namun tak ada di hati,
Lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Alloh daripada yang ada di genggamannya
Zuhud terhadap apa yang ada ditangan orang; sama sekali tak menginginkan , berharap dan bergantung kepada orang lain.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

Ciri Orang Bertaqwa

Ciri Orang Bertaqwa

Sungguh bahagia bila kita termasuk dalam orang-orang yang disukai Alloh, dan orang-orang yang disukai Alloh adalah orang-orang yang bertaqwa.
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” ~ Ali Imran (3) : 76
“….Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
QS : Al Hujuraat (49) : 13
Diantara ciri orang bertaqwa :
1. Senang berbuat kebaikan
2. Senang menghidupkan malam dengan qiyamullail
3. Senantiasa memohon ampunan Kepada Alloh, khususnya diwaktu Sahur
4. Senang menafkakan hartanya dijalan Alloh
5. Senang memaafkan dan menahan amarahnya
Alloh SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di taman-taman (surga) dan mata air, mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah), dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (QS Adz-Dzariyat: 15-19)
Semoga kita termasuk orang-orang yang melaksanakan perintah Alloh setelah diberi petunjuk oleh Alloh. Aamiin ya Rob..
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakart

Menjaga Hati

Jangan Diperbudak Keinginan

Apabila setiap keperluan kita tercukupi, sunggu itu karunia yang luar biasa.
dan Alloh membuat kita susah berbuat dosa.
ada rencana untuk berbuat kejelekan, kemudian digagalkan Alloh.
Mau membuat usaha yang menjerumuskan, tiba-tiba tidak jadi.
Berteman dengan yang bisa menggelincirkan ke maksiatan, dibuat Alloh mejauh.
Kita punya kawan yang punya jabatan, tapi dibuat Alloh tidak mau bersahabat dengan kita, karena Alloh tau kalau bersahabat dengan kita, cenderung membuat hati kita keras.
Jatuh cita kepada seseorang, belum jadi halal, tiba-tiba yang ditaksir jatuh cinta kepada orang lain, sehingga tidak bisa dekat dengan kita. itu pun karunia Alloh.
Apapun yang membuat kita jauh dari Alloh, kemudian dicegah Alloh. maka itu NIKMAT.
Apapun yang dimudahkan tapi membuat kita jauh dari Alloh, maka itu PETAKA.
Rezeki itu sebetulnya bukan punya tabungan, punya kendaraan, tetapi saat kita memerlukan kita bisa menggunakan. tanpa harus hati kita terikat dengan duniawi.
semakin banyak kenginan, akan membuat kita semakin sengsara.
Padahal Alloh lebih tahu kebutuhan kita daripada kita sendiri.

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta

Tauhid

 

 

 

 

Kepada Siapa Kita Bersandar ?

ALHAMDULILLAH, pujian hanya milik Allah SWT. Dialah Allah, sebaik-baiknya pelindung dan tak ada satupun yang dapat menandingi-Nya. Shalawat dan salam untuk Nabi dan Rasul akhir jaman, Muhammad Saw.
Sahabatku, puncak kebahagiaan hidup adalah saat kita memberikan hati atau cinta kita untuk sesuatu. Baik itu makhluk, harta benda, popularitas, kekuasaan atau lainnya, kepada Allah, Dzat Yang Maha Kekal. Dengan cinta yang kita berikan, akan menjadi penuntun ke mana arah yang akan kita tuju dan menjadi.
Bila kita memberikan hati pada makhluk, maka bersiap-siaplah untuk kehilangan. Karena makhluk bersifat fana, suatu saat akan sirna. Bila harta, popularitas atau kekuasaan tempat hati kita bertaut, tunggulah! Suatu waktu kita akan terhinakannya. Ia akan membawa kita ke titik nadir, tempat di mana jiwa akan merasakan kegersangan yang tiada kira.
Makhluk, harta benda, popularitas hanya akan membawa kita menjadi para pencinta dunia. Para pencinta yang mengabdikan dirinya untuk mengejar dunia dan segala keindahannya. Para pencinta yang merasa bahwa ia telah mendapatkan kebahagiaan yang menjadi tujuan hidupnya. Namun hakikatnya, tujuan yang ia kejar adalah tujuan ke lembah kehampaan tanpa dasar.
Bagaikan Qais yang menjadi majnun (gila) karena cintanya pada Laila. Qarun yang rela mati tertimbun oleh harta, karena tak rela untuk meninggalkannya. Atau Fir’aun yang ditelan ganasnya laut merah, karena egonya akan popularitas dan kekuasaan.
Merekalah para pencinta dunia. Mereka yang namanya masih tergores dalam lembar sejarah sebagai orang-orang telah terpikat hatinya pada keindahan cinta dunia. Cinta pada makhluk, harta benda, popularitas atau kekuasaan.
Tidak cukupkah, para tokoh pencinta dunia itu menyadarkan kita akan hakikat hidup ini? Masih kurangkah tingkah polah mereka mengajarkan kita, ke mana hati ini hendaknya kita berikan? Atau kemanakah cinta harus kita sandarkan, agar tidak goyah saat kaki ini melangkah?
Jika cinta ini kita persembahkan pada Allah, Dzat Yang Maha Kekal, di mana jiwa kita ada di tangan-Nya, maka keberuntungan akan menyapa dalam setiap detik kehidupan kita.
Bila setiap waktu, hanya nama-Nya yang kita sebut. Bila setiap saat, hanya Allah yang menghiasi indahnya lafaz yang tak henti menyebut nama-Nya. Yakinlah surga telah lebih dahulu hadir mengiringi hidup kita.
Saat cinta pada makhluk, harta benda, popularitas atau kekuasaan hanya ibarat bunga mimpi yang ada, namun tidak nyata. Maka saat itulah, kita telah mendeklarasikan kebebasan yang hakiki. Kebebasan untuk menjadi hamba Allah yang sejati. Para pencinta akhirat.
Saudaraku, ingatkan diri kita akan hakikat hidup di dunia ini. Kita menjadi hamba Allah bukan hambanya dunia. Dunia adalah pelayan kita, bukan sebaliknya.
Sumber: Tauhid TV

Saturday, 1 November 2014

Apakah Nabi Khidir Masih Hidup ? II

APAKAH NABI KHIDIR MASIH HIDUP ?


Oleh

Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta


Pertanyaan.

Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah Nabi Khidir
(masih hidup) sebagai penjaga di sungai-sungai dan lembah-lembah ;
dan apakah ia mampu menolong orang-orang yang tersesat jalan jika
memanggilnya ?


Jawaban.

Yang benar menurut para ulama adalah bahwa Nabi Khidir telah wafat
sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana tersebut dalam firmanNya Subhanahu wa
Ta’ala.


“Artinya : Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun
sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan
kekal ?” [Al-Anbiya : 34]


Dan diperkirakan Nabi Khidir masih hidup sampai bertemu dengan Nabi
kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun sesudah itu, maka
ada hadits yang menunjukkan bahwa dia meninggal setelah Nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dengan jarak waktu yang
telah ditentukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
tentang hal ini dengan bersabda.


“Artinya : Tidaklah kalian melihat pada malam kalian ini, bahwa
sesungguhnya siapa yang umurnya (berkepala) seratus tahun tidak
(tersisa) pada hari ini di atas permukaan bumi seorang pun”[1]


Atas dasar ini, maka keadaan Nabi Khidir adalah sebagai orang mati
yang tidak dapat mendengar panggilan siapa yang memanggilnya, dan
tidak mampu menjawab siapa yang menyerunya, dan tidak mampu
menunjukkan jalan kepada siapa yang tersesat jalan ketika meminta
petunjuknya.


Adapun perkiraan bahwa ia masih hidup sampai saat ini, maka ini
adalah masalah ghaib. Keadaannya seperti masalah-masalah ghaib yang
lainnya ; tidak boleh kita berdo’a kepadanya dan meminta kebaikan
kepadanya dalam keadaan susah maupun senang.


Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan sahabat-shabatnya.


[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah Fatwa I/170 Di susun oleh Syaikh
Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari
Majalah Fatawa edisi 08/I/ 1424H]

_________

Foote Note

[1]. Bukhari I/37, 141, 149. Muslim dengan Syarah Nawawi XVI/89, Abu Dawud IV/516, Tirmidzi IV/520

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1573&bagian=0




Apakah Nabi Khidir Masih Hidup ? II