Friday, 31 October 2014

Jasad, Ruh Dan Nyawa



Jasad, Ruh Dan Nyawa


Posted: 27 Juni 2010 in Renungan

Tag:, ,
 
 
Bissmillahirrohmanirrohim..


Jasad


Akhi / Ukhti sekalian..inilah suatu perkara yang sebahagian kamu
selalu lalai daripadanya. Ya..alangkah elok rupamu ya akhi wa uhkti,
akan tetapi ingatlah..yang wujud lagi tampak daripadamu itu hanyalah
jasadmu sahaja. Sedang, kelak jika engkau mati..binasalah sekalian
segala keelokan rupamu kala itu. Perihal bukti agar terlebih baik
bagimu, maka hendaklah engkau gali kubur daripada si fulan itu. Adakah
si fulan itu rupanya masih seelok yang engkau saksikan dahulu?? Sekali –
kali tidak, bahkan yang engkau saksikan kala itu adalah tumpukan tulang
– tulang yang mulai rapuh dan tiada wujud selayak manusia atau selain
daripada itu.


Dan ketahuilah olehmu, bahwasanya daripada jasadmu dengan segala
geranan perkara yang lahir dariapdannya itu adalah ayat – ayat ALLAH
 jua. Bermula engkau dalam kandungan dan  engkau bayi, hingga bisa
berdiri, lalu kemudian belajar berbicara, berjalan hingga remaja dan
kemudian dewasa dan tua. Yang sedemikian itu adalah perihal jasadmu
dengan perubahan yang bertahap – tahap yang ALLAH jadikan daripadamu
sampai engkau mati kemudiannya. Sebelum hari berbangkit (kiamat) maka
jasad itu menetap didunia.


Sedang wujud apa – apa yang berada daripada jasad (tangan, kaki,
tubuh, kepala dan lain sebagainya) (duniawi) adalah hati, otak dan
secara  medis engkau dapa melihat wujud daripada hati dan otak itu.


Ruh


Melalui jasad ALLAH titiskan ruh didalamnya, ia tiada tampak oleh
mata akan tetapi bisa engkau rasakan. Karena ia adalah diri didalam
dirimu, engkau tiada mengetahui sampai ALLAH memberitahukannya atas
kamu. Maka, kiranya jika orang non muslim bertanya padamu perihal ALLAH.
“mengapakah kalian menyembah yang tiada berwujud??. Katakanlah..”adakah
engkau percaya dengan ruh daripada jasadmu?? Ia akan menjawab “ya..”,
maka katakanlah lagi..”adakah engkau melihatnya??”, ia akan menjawab
“tidak”, dan katakanlah “sesungguhnya kami mempercayai yang ada namun
engkau mengira ia tiada, layaknya engkau yang mempercayai gerangan
ruhmu, maka demikian pulalah perkaranya atas kami..ALLAH itu berada di
langit dalam perbendahraan-Nya yang tersembunyi, sedang IaMaha Tinggi
lagi Maha Halus dari atas apa – apa yang engkau sangka – sangkakan!!”.


Akhi – ukhti sekaliannya, inilah gerangan ruh sedang sebelum hari
berbangkit (kiamat) kelak, jika seorang manusia itu mati maka ruhnya
akan kembali kepada genggaman ALLAH Azza wa Jalla sedang jasadnya masih
dihimpit bumi.


Sedang wujud daripada apa – apa pada ruhmu itu adalah ia seumpama
kamu jua dan adalah isi daripada jasadmu, jika dalam jasad adanya adalah
hati dan otak, maka dalam ruh adalah perasaan dan pikiran.


Nyawa


Hanya ALLAH yang mengetahui wujudnya, akan tetapi ialah yang mengikat
antara jasad dan ruhmu hingga kemudian dikatakanlah engkau hidup sedang
jika ia (nyawa) itu dilepas daripadamu, niscaya disebutlah ia mati.


Mukadimah


Akhi – ukhti sekaliannya, maka kenalilah dirimu niscaya engkau akan
mengenali Tuhanmu. Pepatah tua berbunyi “awal mengenal suatu agama
adalah mengenal Tuhan, Mengenal Tuhan adalah mengenal ALLAH, sedang
mengenal ALLAH adalah mengenal diri”. Sesungguhnya Tuhan itu adalah
tiada sedang yang ada hanyalah ALLAH semata, jika Engkau memikirkan??


Jika terdapat perkatan yang salah pada artikel ini, atas kamu
sekalian  aku memohon maaf sedang kepada ALLAH aku memohon ampun..
Wallahu A’lam Bish Showab ^_Jasad, Ruh Dan Nyawa

Kembalilah Pada ALLAH Walau Apapun Perkaranya



Kembalilah Pada ALLAH Walau Apapun Perkaranya


Posted: 17 Juni 2010 in Renungan

Tag:,
 
 
Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah)
ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi
lalu dia termasuk orangorang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan
oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak
termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap
tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami
lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan
Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus
dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena
itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang
tertentu. (QS Ash Shaafaat:139-148)

Ayat-ayat ini mengisahkan saat Nabi Yunus a.s. meninggalkan umatnya.

Kemudian beliau naik ke sebuah kapal yang penuh dengan muatan. Karena

sesuatu hal yang mengancam keselamatan kapal, maka diputuskan untuk

mengurangi penumpang dengan cara melempar sebagian penumpang ke laut.

Untuk menentukan siapa yang akan dilempar ke laut, maka diadakan undian
dan Nabi Yunus a.s. kalah dan harus dilempar ke laut. Kemalangan tidak
sampai di sana, di laut beliau ditelan oleh seekor ikan yang besar.
Beliau berdoa di dalam perut ikan sampai pertolongan Allah datang.
Beliau dilemparkan ke suatu daerah yang tandus dan dalam keadaan sakit.

Setelah mengalami berbagai kemalangan dan kesulitan tersebut, akhirnya

pertolongan Allah SWT datang. Mulai ditumbuhkannya pohon labu dan
diterima oleh umat yang beriman. Suatu kenikmatan yang diberikan Allah
SWT kepada orang-orang yang bershabar atas segala ujian yang
dihadapinya.

Oleh karena itu hendaknya kita semua selalu berpikir positif. Selalu
yakin bahwa ada hikmah dari setiap kejadian atau kondisi yang kita alami
saat ini. Suatu kesulitan bukan berati kita akan sulit selamanya. Ada
kebaikan dan kemudahan setelahnya, insya Allah.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS.Alam Nasyrah:5-6)

Dan belum tentu pula kesulitan yang kita hadapi merupakan gambaran dan

kehinaan kita, Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata:

“Tuhanku menghinakanku” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (QS. Al fajr:16-17)

Kesempitan rezeki bukan indikasi yang menunjukan kehinaan dan
kesia-siaan. Apapun kejadian yang menimpa kita, apabila hati kita penuh
dengan iman, maka kita insya Allah akan selalu berhubungan dengan Allah
SWT dan mengerti apa yang ada di sana. Harga diri seseorang dalam
timbangan Allah SWT bukan ditentukan oleh nilai-nilai lahiriah.

Kesulitan dan kegagalan bukanlah diri kita. “kesalahan kita” dan “kita” adalah

berbeda. Kesalahan adalah kesalahan, diri kita adalah diri kita.
Maksudnya jika kita melakukan kesalahan, bukan berarti diri kita orang
yang selalu salah, kita hanya membuat kesalahan saja, yang masih bisa
kita perbaiki. Jangan putus asa, jangan berhenti, teruslah maju.

Kembalilah Pada ALLAH Walau Apapun Perkaranya

Wednesday, 29 October 2014

Meraih Sukses



Posted: 29 Juni 2010 in Manajemen Qalbu By Aa Gym

Tag:
 
 
Hikam :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu kebahagiaan
negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain. Sebagai mana Allah telah
berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
(QS. Al-Qashash: 77)


“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari orang mukmin yang lemah.” (Al-Hadist)


Kita diciptakan oleh Allah bukan untuk menjadi pecundang, tapi kita
telah disiapkan oleh Allah, berpotensi untuk sukses. Tidak hanya pada
ukuran dunia tapi juga untuk ukuran akhirat.


Rasulullah tidak hanya di akhirat tapi didunia juga sukses. Beliau
tidak mau menjadi beban bagi orang lain. Usia 12 tahun sudah melakukan
perjalanan untuk berdagang dan pada usia 25 tahun telah menjadi seorang
pemuda yang bermutu akhlaknya dan terpercaya pribadinya.


Rasul merupakan pemuda yang sukses karena, pada saat memberikan mas
kawin atau mahar pada Siti Khodijah, Rasul memberikan sebanyak 20 ekor
unta muda yang artinya pada saat itu telah menjadi seorang pengusaha
kaya raya yang sangat sukses.


Untuk menjadi pribadi yang sukses maka kita harus “tenang” karena
keyakinan akan adanya kekuasaan Allah. Lalu, “terencana” dalam melakukan
sesuatu, baru “tawakal”. Kemudian “terampil” dalam berkerja; “tertib”
dalam kehidupan; “tekun” dan “istiqamah” dalam mengatasi kejemuan;
“tegar” dan sabar dalam menerima musibah dari berbagai macam kejadian;
“tawadhu” atau rendah hati, karena kesombongan merupakan sarana yang
paling efektif untuk menjatuhkan martabat kita.


Kesuksesan sejati adalah ketika kita berhasil meyakini semua ini
adalah milik Allah, yang membuat kita menjadi tawadhu dan rendah hati,
terus-menerus membersihkan hati dan terus meningkatkan kemampuan untuk
mempersembahkan yang terbaik, yang terlihat dari kemuliaan akhlak dan
sempurnanya amal dengan hati yang ikhlas. Insya Allah kita akan
mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat.

Meraih Sukses

Sebaik-baik Manusia

 
 
Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana
dirinya punya nilai mamfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda,
“Khairunnas anfa’uhum linnas”, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah
yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh
mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai
mamfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri
ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah
manusia haram?


Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya
sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di
sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib,
diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga
orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak
kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul
kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit
kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat
nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga
silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih,
penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta
penuh kasih sayang.


Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat,
memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki,
bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah,
mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena
Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.


Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya.
Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun
benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja
orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa
kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini.
Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih
perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari
semburat kepribadian yang baik pula.


Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak
ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa
kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan
amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan
tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan
orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke
rongga qolbu siapapun.


Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja
atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan
menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah
pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga
membawa mudharat.


Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau
dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu
tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang
ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi
ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah
lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah
seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.


Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap
menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi
ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini
dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.


Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada
diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya
jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan
kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib,
sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan
teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?


Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah
anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat
tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah
atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada
para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau
hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?

Sebaik-baik Manusia

Menggapai Bening Hati

 
 
Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri
kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi
aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita.
Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa
meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini
bulatkanlah tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata
untuk mencapainya. Diantara program yang bisa kita lakukan untuk
menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati adalah :


1. Ilmu

Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian
kebusukan hati, bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana
untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah
dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji
tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan
ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga
dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati
ini dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya.
Harap dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah
menjalaninya akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi
orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh karenanya, carilah ulama yang
dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.


2. Riyadhah atau Melatih Diri

Seperti kata pepatah, “alah bisa karena biasa”. Seseorang mampu
melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena terlatih atau
terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini,
ternyata akan mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus
melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita
lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah


Menilai kekurangan atau keburukan diri.

Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau
kita tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita
memperbaiki diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka
hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh
untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan cara


Memiliki waktu khusus untuk tafakur.

Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau
tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur
atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat
tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan
khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu
kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini
merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk
memperbaiki diri kita ini


Memiliki partner.

Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata
untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan,
mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu yang
lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara
yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya
terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau
kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri.
Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan
masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa
menikmati proses ini secara wajar.


Manfaatkan orang yang tidak menyukai kita.

Mengapa? Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki
kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai,
memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi
mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang berlebihan.
Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan
keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang
mereka lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan
untuk dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya
justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat
jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita berbuat kejelekkan
kepada orang lan.


Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.

Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak
pipmpinan negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu
banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal
kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari
kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada di
sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu
merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh
rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera
perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan
perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah
kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut
dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai,
seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu
yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi
tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai
mengenal, siapa sebenarnya diri kita?


Menggapai Bening Hati

Karunia Hidayah

 
 
Siapapun di dunia ini hanya akan menjaga dengan sungguh-sungguh
sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya
tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka
akan lebih habis-habisan pula dijaganya.


Ada yang sibuk menjaga hartanya karena dia menganggap hartanyalah
yang paling bernilai. Ada yang sibuk menjaga wajahnya agar awet muda,
karena awet muda itulah yang dianggapnya paling bernilai. Ada juga yang
mati-matian menjaga kedudukan dan jabatannya, karena kedudukan dan
jabatan itulah yang dianggap membuatnya berharga.


Tapi ada pula orang yang mati-matian menjaga hidayah dan taufik
dari-Nya karena dia yakin bahwa hidup tidak akan selamat mencapai
akhirat kecuali dengan hidayah dan taufik dari ALLOH yang Mahaagung.
Inilah sebenarnya harta benda paling mahal yang perlu kita jaga
mati-matian. Betapa nikmat iman yang bersemayam di dalam kalbu melampaui
apapun yang bernilai di dunia ini.


Karenanya, sudah sepantasnya dalam mencari apapun di dunia ini, kita
tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah itu tidak hilang. Misal, ketika
mencari uang untuk nafkah keluarga, kita sibuk dengan berkuah peluh
bermandi keringat mencarinya, tapi tetap berupaya dengan sekuat tenaga
agar dalam mencari uang ini hidayah sebagai sebuah barang berharga tidak
hilang dan taufik tidak sampai sirna.


Begitupula ketika menuntut ilmu, kita kejar ilmu setinggi-tingginya
tetapi tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah tidak sampai sirna. Bahkan
seharusnya acara mencari nafkah, mencari ilmu, atau mencari dunia bisa
lebih mendekatkan dengan sumber hidayah dari ALLOH SWT.


Ada sebuah doa yang ALLOH SWT ajarkan kepada kita melalui firman-Nya,
“Robbanaa, laa tuziquluu banaa ba’da ijhhadaitana wahablana
milladunkarahmatan innaka antal wahhaab…” (Q.S. Ali Imran [3]: 8). (Ya
Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong kepada kesesatan sesudah
engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat dari sisimu,
sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia).


Demikianlah ALLOH Azza wa Jalla, Dzat Maha Pemberi Karunia Hidayah,
mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon kepada-Nya sehingga
selalu tertuntun dengan cahaya hidayah dari-Nya. Tidak bisa tidak, doa
inilah yang harus senantiasa kita panjatkan di malam-malam hening kita,
di setiap getar-getar doa yang meluncur dari bibir kita.  ***


Suatu waktu ada seorang wanita yang belum beberapa lama masuk Islam
(muallaf). Dan ternyata keluarganya tidak bisa menerima kenyataan ini,
sehingga ibunya mengusirnya dari rumah. Kejadiannya ketika menjelang jam
lima sore telepon berdering, suara diujung sana bicara dengan
terbata-bata, “Aa, aa tolong a tolong…!” Belum selesai bicara hubungan
telepon terputus. Dari nadanya kelihatan darurat, sehingga jelas-jelas
si penelpon sedang dalam kondisi membutuhkan bantuan. Sayangnya tidak
diketahui dimana menelponnya? Keadaannya bagaimana? Cuma yang diketahui
pasti adalah ALLOH Maha Melihat, Maha Menyaksikan segala kejadian, dan
Mahakokoh dalam melindungi siapapun. Tidak akan terjadi musibah,
“illabiidznillah” tanpa ijin ALLOH, dan tidak akan teraniaya kecuali
dengan ijin ALLOH pula.


Usai hubungan telepon terputus, saya berpikir apa yang bisa
dilakukan!? Karena yang terbayang di benak saat itu adalah justru si
anak dianiaya, teleponnya direbut atau kabelnya diputuskan. Terbayang
pula andai si anak ini dipaksa kembali ke agama semula oleh orang tuanya
atau minimal dianiaya. Tapi sejenak kemudian ingat pula akan
Kemahakuasaan ALLOH bahwa hanya dengan karunia-Nya saja hidayah bisa
sampai kepada si anak itu. Betapapun orang memaksa untuk melepas hidayah
keyakinan di jalan-Nya, tapi kalau ALLOH Azza wa Jalla, Dzat yang
Mahakuasa telah menghunjamkan dalam-dalam hidayah itu di kalbunya, kita
lihat bagaimana Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW yang mulia,
dijemur diterik matahari, dibawahnya beralas pasir membara, badan pun
dihimpit batu yang berat, tapi bibirnya yang mulia tetap mengucapkan,
“ALLOH, ALLOH, ALLOH”.


Demikianlah jikalau ALLOH telah menghunjamkan karunia hidayahnya,
tidak ada seorangpun yang bisa melepaskannya. Begitupun dengan si anak
dalam kejadian ini, setelah teleponnya diputus oleh ibunya, ternyata
benar ia dianiaya, dijambak, dan dirobek-robek jilbabnya. Hanya kemudian
dengan ijin ALLOH, dia dapat kembali menutup auratnya dan dengan hati
pilu si anak pun ikut bersama bibinya. Hanya ALLOH-lah yang melepaskan
dari setiap kesempitan.


Mudah-mudahan kejadian diatas dapat menambah keyakinan akan kokohnya
perlindungan ALLOH Azza wa Jalla. Betapapun tidak ada yang menolong,
yakinlah bahwa ALLOH-lah satu-satunya penolong. Begitupun ketika ada
yang menganiaya, maka si penganiaya pun adalah makhluk dalam genggaman
ALLOH. Tidak ada satupun ayunan dan pukulan tangan, atau bahkan
tendangan kakinya, kecuali tenaganya karunia dari ALLOH. Tidak ada
satupun darah yang menetes, kecuali dengan ijin ALLOH.


Karenanya mudah-mudahan saja apa yang menimpa si anak dalam peristiwa
diatas adalah salah satu cara bagaimana ALLOH menanamkan keyakinan
kepadanya. Karenanya walaupun tidak ada yang menolong, yakinlah bahwa
ALLOH-lah yang Mahakuasa memberikan pertolongan. Memang, terkadang kita
ditingkatkan keyakinan, dinaikan peringkat kedudukan disisi ALLOH, salah
satunya dengan diuji dengan bala dan kesempitan terlebih dulu.  ***


ALLOH SWT dalam hal ini berfirman, “Dan orang yang dipimpin ALLOH,
maka tiadalah orang yang akan menyesatkannya” (Q.S. Az Zumar [39]:37).


“Dan siapa yang disesatkan oleh ALLOH, maka tidak ada yang dapat menujukinya” (Q.S. Ar Ra’du [13]:33).


“Siapa yang diberi petunjuk (hidayah) oleh ALLOH maka ialah yang
mendapat petunjuk hidayah, dan siapa yang disesatkan oleh ALLOH, maka
tidak akan engkau dapatkan pelindung atau pemimpin untuknya” (Q.S. .

“Sesungguhnya ALLOH membiarkan sesat siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipimpin-Nya siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. Al Fathir [35]: 8).


Imam Ibnu Athoillah dalam kitabnya yang terkenal Al Hikam memaparkan, “Nur

(cahaya-cahaya) iman, keyakinan, dan zikir adalah kendaraan yang dapat
mengantarkan hati manusia ke hadirat ALLOH serta menerima segala rahasia
daripada-Nya.


Nur (cahaya terang) itu sebagai tentara yang membantu hati,
sebagaimana gelap itu tentara yang membantu hawa nafsu. Maka apabila
ALLOH akan menolong seorang hamba-Nya, dibantu dengan tentara nur Illahi
dan dihentikan bantuan kegelapan dan kepalsuan”


Nur cahaya terang berupa tauhiid, iman dan keyakinan itu sebagai
tentara pembela pembantu hati, sebaliknya kegelapan, syirik, dan ragu
itu sebagai tentara pembantu hawa nafsu, sedang perang yang terjadi
antara keduanya tidak kunjung berhenti, dan selalu menang dan kalah.


Lebih lanjut beliau berujar, “Nur itulah yang menerangi (membuka) dan
bashirah (matahati) itulah yang menentukan hukum, dan hati yang
melaksanakan atau meninggalkan nur itulah yang menerangi baik dan buruk,
lalu dengan matahatinya ditetapkan hukum, dan setelah itu maka
matahatinya yang melaksanakan atau menggagalkannya.” Semoga ALLOH Azza
wa Jalla mengaruniakan kepada kita penuntun yang membawa cahaya hidayah
sehingga menjadi terang jalan hidup ini, subhanallah.



Karunia Hidayah

Nikmati Proses

 
 
Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah
proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah
proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi
kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas
sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari
apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang
dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.


Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya,
sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena
menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang
paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya
benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga.
Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat
mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa
jadi syuhada.


Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka
masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena
uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti
mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung
yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan
untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah
menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari
berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.


Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan
adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu
menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang
terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh
keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis
benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.


Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah
adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang
sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan
kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan
terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat
oleh proses mulia yang kita jalani.


Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa
yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam
proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya
menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal
sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal.
Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri,
mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata
Imam Ali, “Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia
tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya”. Kalau hanya
ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga
pikirannya hanya uang.


Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup
kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga
akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan
kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan
orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa
mensejahterakan orang lain.


Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga,
ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat
kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam
perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau
kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup
ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus
selesai.


Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus
kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan
tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada
masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan.
Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.


Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang
dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke
calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal,
tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan
menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat
bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah
benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah
menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.


Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan
sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga
batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa
tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau
berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan
dan kapasitas keilmuan kita.


Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil
yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH.
Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu
kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung
ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki
akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus.
Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat,
datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang
bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia
punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan
mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok
tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.


Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat
untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat
maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga
uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses
tempat-tempat maksiat.


Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu
membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu
telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari
bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga
memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di
open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa
menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh
yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati
proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena
hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain.
Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi
proses.


Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya
sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit,
berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat
melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah
si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga
melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin,
cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar,
yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja,
saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta.
Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak
pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi
anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu
anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti
itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?


Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang
amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan
rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak,
menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat
sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau
tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak
akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan,
tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan.

Nikmati Proses

Menakar Kemuliaan Akhlak

Setiap orang ingin merasakan kebahagiaan. Ada yang menyangka
dengan datangnyauang maka ia akan menjadi bahgia sehingga iapun mencari
uang mati-matian.Ada juga yang menyangka bahwa kedudukan bisa membuatnya
bahagia, maka ia pun mencoba merebut kedudukan. Ada yang menyangka
penampilanlah yang akan membuatnya bahagia, maka mati-matian ia
mengikuti mode. Ada yang menyangka banyaknya pengikut membuatnya
bahagia, begitu seterusnya.


Setiap kali kita membutuhkan sesuatu dari selain kita, kita menyangka
bahwa itulah yang akan membuat kita bahagia. Kita menggantungkan
harapan pada selain kita, selain Allah. Padahal semakin kita berarap
orang lain berbuat sesuatu untuk kita maka sebenarnya peluang bahagia
itu malah akan terus menurun. Kenapa? Ibarat cahaya matahari yang
memancar tanpa membutuhkan input dari luar, kebahagiaan yang hakiki itu
justru datng bukan dari seseorang atau dari sesuatu.


Salah satu bentuk kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita hanya
menggantungkan segala urusan kepada Allah. Bagi orang yang mengenal
Allah dengan baik, dan ia tidak berharap banyak dari selain Allah,
itulah salah satu kebahagiaan. Maka bagi kita yang selama ini masih
sangat ingin dihargai, masih sangat ingin dihormati, masih sangat ingin
dibedakan oleh orang lain, masih sangat ingin diberi ucapan terima kasih
ketika melakukan sesuatu untuk orang lain, atau masih sangat ingin
dipuji, maka sebenarnya makin tinggi kebutuhan kita akan penghargaan
dari orang lain, itulah yang akan menyempitkan hidup kita. Barang siapa
yang berhasil lepas dari kebutuhan-kebutuhan semacam itu, dan kita sudah
mulai bisa menikmati indahnya memberikan senyuman kepada orang lain dan
bukannya diberi senyuman; atau merasakan nikmatnya bisa menyapa orang
lain dan bukan disapa, nikmatnya menyalami dan bukan menunggu disalami,
semakin kita tidak berharap orang berbuat sesuatu untuk kita, maka
inilah fondasi kita dalam menikmati hidup ini. Kenyataan yang ada di
masyarakat kita dengan terjadinya beraneka kemunkaran, kezhaliman dan
kejahatan, itu disebabkan karena kita terlalu banyak berharap kepada
makhluk dan tidak kepada Allah.


Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah, suatu ketika Rasulullah Saw.
ditanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau diutus ke bumi?” Maka jawaban
Rasulullah sangat singkat sekali, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi
hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” Menurut Imam Al
Ghazali, berdasarkan apa yangbisa saya fahami, akhlak itu adalah respon
spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak akan
kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu
baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian
itulah yang menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita itu
yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah
dari dalamlah kemuliaan kita itu. Tanpa harus dipikir banyak, tanpa
harus direkayasa, sudah muncul kemuliaan itu. Sebaliknya kalau kita
memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi sesuatu pada diri kita,
misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar
bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar
dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan kita
itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. Maka jika bertemu
dengan orang yang meminta sumbangan lalu kita berfikir keras diberi atau
jangan. Kita berfikir, kalau dikasih seribu, malu karena nama kita
ditulis, kalau diberi lima ribu nanti uang kita habis. Terus… berfikir
keras hingga akhirnya kita pun memberi akan tetapi niatnya sudah bukan
lagi dari hati kita karena sudah banyak pertimbangan.Padahal keinginan
kita semula adalah untuk menolong. Kalau sudah demikian, sebetulnya
bukan akhlak dermawan yang muncul.


Saudar-saudaraku sekalian, inilah sekarang paling menjadi masalah
bagi peradaban kita. Kita empunyai anak, dia memiliki gelar yang bagus,
sekolahnya pun di tempat yang bergengsi, tapi akhlaknya jelek, maka
tidak ada artinya. Kita punya dosen, gelarnya berderet banyak, rumahnya
pun mentereng, tapi jikalau akhlaknya, celetuk-celetukannya atau
sinisnya tidak mencerminkan struktur keilmuan seperti yang dimilikinya,
maka jatuhlah ia. Ada orang yang dianggap dituakan, tetapi akhlaknya
jelek, maka walaupun ia dituakan, dia gagal mendapatkan penghormatan.
Atau kita punya atasan, seorang pejabat yang bagus karirnya akan tetapi
akhlaknya, …masya Allah, sudah punya isteri tapi ia dikenal berzina
dengan perempuan lain, di kantor ia mengambil harta dengan cara tidak
halal, maka jatuhlah ia.


Sekarang ini krisis terbesar kita memang krisis akhlak. Oleh karena
itu, saya sependapat dengan seorang pengusaha terkenal dari Jepang yang
mengatakan bahwa jikalau seseorang ingin memimpin perusahaan dengan
baik, maka sebetulnya skill atau keahlian itu cukup 10% saja, yang 90%
adalah akhlak. Karena akhlak yang baik, orang yang cerdas pun mau
bergabung denganya. Mereka merasa aman, merasa tersejahterakan lahir
batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Kemudian kepada mereka
diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah prestasi
yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik orang
yang berakhlak mulia.


Sekedar ilustrasi, suatu saat sedang terjadi dialog antara suami dan
isteri. Sang isteri menginginkan anaknya menjadi bintang kelas, akan
tetapi sang suami mengatakan bahwa bintang kelas itu bukan alat ukur
kesuksesan anak sekolah. Menjadi bintang kelas itu tidak harus, tidak
wajib. Yang wajib bagi anak itu adalah memiliki akhlak yang mulia.
Apalah artinya ia menjadi bintang kelas apabila kemudian ia jadi
terbelenggu oleh keinginan dipuji teman-temannya. Jadi dengki terhadap
orang-orang yang pandai dikelasnya, atau menjadi takabbur karena
kepandaiannya itu. Apa artinya bintang kelas seperti ini? Lebih baik
lagi jika kita bangun mental anak kita lebih bagus, matang pada tiap
tahapannya. Kalaupun suatu saat ia ditakdirkan menjadi bintang kelas,
maka itu adalah buah dari pemikirannya. Sementara itu ia pun sudah siap
denga mentalnya: tidak dengki, tidak iri, tidak jadi sombong. Nilai ini
tentunya jadi lebih bagus daripada nilai menjadi bintang kelasnya.
Apalah artinya kita lulus terbaik jika kemudian menjadi jalan ujub
takabbur. Lulus itu hanya nilai,nilai, nilai….


Saudara-saudara sekalian, inilah yang sepatutnya menjadi bahan
pemikiran kita. Kita berbicara seperti ini sebenarnya bukan untuk
memikirkan seseorang. Siapa yang akhlaknya demikian, demikian…Kita
berbicara seperti ini adalah untuk memikirkan diri kita sendiri. Apakah
saya itu berakhlak benar atau tidak? Bagaimana cara melihatnya?Ya, lihat
saja kalau kita mendapati masalah. Bagaimana respon spontan kita?
Bagaimana struktur kata-kata kita, raut wajah kita? Apakah kita cukup
temperamental? Apakah kata-kata kita keji, menyakiti, arogan? Itulah
diri kita. Kesuksesan dan kegagalan itu bergantung pada hal semacam ini.
Bergantung apa yang kita lakukan. Apakah dengan DT bisa menjadi sebesar
ini sudah menjadi tanda kesuksesan? Belum. Masih jauh. Kalau hanya alat
ukur kemajuan bertambahnya bangunan atau tanah, ah… orang-orang kafir
juga bisa melakukannya. Kalau hanya sekedar jama’ah berhimpun banyak,
itupun gampang. Tetapi apakah dakwah ini elah mampu merobah akhlak kita?
Itulah alat ukurnya.


Sering diungkapkan, bagaimana ukuran kesuksesan seseorang dalam
berdakwah? Gampang. Kesuksesan seseorang yang berdakwah adalah apakah
dirinya pun bisa berubah menjadi lebih baik atau tidak? Kalau hanya
berbicara seperti ini, mengeluarkan dalil tapi yang bersangkutan
akhlaknya tidak berubah, itu malah mencemarkan agama. Kesuksesan dakwah
bukan karena banyaknya pendengar atau jumlah jama’ah karena dakwah itu
bukan sekedar menikmati kata-kata. Kesuksesan berdakwah adalah ketika
yang berdakwah ini pun semakin baik akhlaknya, semakin tinggi nilai
kepribadiannya. Insya Allah. Mudah-mudahan keluhuran pribadi itulah yang
menjadi alat dakwah kita. Bukan hanya mengandalkan kekuatan kata-kata
belaka.

Menakar Kemuliaan Akhlak

Upaya Menghidupkan Qolbu

 
 
Kalau ada satu keberuntungan bagi manusia dibanding dengan
hewan, maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat
(kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena
manusia memiliki akal dan yang terutama sekali hati nurani. Inilah
karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.


Orang-orang yang hatinya benar-benar berfungsi akan berhasil
mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali
Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali
keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.


Karenanya, siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan hati
nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenal dirinya
sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Zat yang
telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih
daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.


Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal
dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup
ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal
Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah
dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.


Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya
diukur oleh aksesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata
karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya,
ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga
di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi
dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar,
pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana
datangnya dan kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada
dan tiadanya.


Sebagian besar orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan
kesungguhan untuk bisa mengenali hati nuraninya sendiri. Akibatnya,
menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia
yang serba singkat ini. Sayang sekali, hati nurani itu – berbeda dengan
dunia – tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita
hendaknya sadar bahwa hatilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam
hidup ini.


Seorang ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani
hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak
menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah,
mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat
aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.


Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu,
selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah,
bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika jabang bayi berhasil
terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum bahagia.


Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong siang malam dengan
sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah malam buta membuat
sang ibu terkurangkan jatah istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia
mengganti popok yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar
belepotan kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang
pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si jantung
hati. Akan tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat
ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.


Ketika tiba saatnya si buah hati belajar berjalan, ibu pun dengan
seksama membimbing dan menjaganya. Hatinya selalu cemas jangan-jangan si
mungil yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak
duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurangnya menjadi
beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai
tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua. Sungguh
menjadi beban batin yang tidak ringan.


Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang
menyusahkan. Begitu panjang rentang waktu yang harus dijalani orang tua
dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak.
Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan, dan
mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka
tua renta.


Mengapa orang tua bisa sedemikian tahan untuk terus menerus berkorban
bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai hati nurani, yang dari
dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada
imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih
sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan
penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi
beban.


Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki
kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang harus selalu kita
jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa hati
nurani ini. Hati nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat
pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan
merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah
bila cahaya hati nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan
membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran
senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.


Allah Mahatahu akan segala lintasan hati. Dia menciptakan manusia
beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa
dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk
memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir, tetapi harus
dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya
dari tanah pula.


Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang
sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun
mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya
terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita
sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari
komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk
segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.


Akan tetapi, qolbu ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur
tanah, sehingga hanya akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya,
serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah. “Alaa
bizikrillaahi tathmainul quluub.” (QS. Ar Rad [13] : 28). Camkan, hatimu
hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!


Kita akan banyak mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik ita, tetapi
kita pun memiliki kebutuhan untuk qolbu kita. Karenanya, marilah kita
mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur
duniawi, tetapi qolbu atau hati nurani kita tetap tertambat kepada Zat
Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi
hati harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya
yang paling harus kita lakukan.


Sekali kta salah dalam mengelola hati – tubuh dan hati sama-sama
sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stress jadinya. Hari-hari pun
akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang
menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan seterusnya. Ini
semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita dngan
urusan dunia semata.


Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya hati nurani.
Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami
musibah semacam ini.


Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani ini
tetap bercahaya? Secara umum solusinya adalah sebagaimana yang
diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar
hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah
dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti hidup
ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah
untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan
ikhlas. Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik,
orang-orang yang shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi
kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan
mengurus kita. Dialah satu-satunya Zat Maha Pembolak-balik hati, yang
sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk membalikan hati yang redup dan
kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Wallahu’alam.

Upaya Menghidupkan Qolbu

Monday, 27 October 2014

Menjaga Hati

Menjaga Hati


Posted: 5 Juni 2010 in Akidah & Akhlak

Tag:

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya :


“ketahuilah bahwa didalam jasad manusia itu terdapat seketul  daging
(segumpal darah), jika ia baik maka baiklah seluruh anggota tubuhnya
sedang jika buruk, maka buruklah seluruh anggota tubuhnya. sesungguhnya
segumpal darah itu adalah hati”. HR. Bukhari dan Muslim


Huraian


i) Diri manusia terbahagi kepada dua iaitu fizikal dan spiritual.
Spiritual tersebut termasuklah akal, nafsu, perasaan dan yang paling
utama ialah hati kerana tindakan, prilaku dan sikap seseorang
dipengaruhi oleh hati.


ii) Hati dan perasaan haruslah dijaga dari sifat-sifat yang
merosakkan. Ia hendaklah dipandu ke arah jalan yang betul berdasarkan
ajaran Islam yang sebenar. Jika tidak, hati akan dikuasai oleh nafsu dan
syaitan yang menyebabkan pelbagai penyakit seperti hasad dengki, tamak,
pemarah, riya’ dan sebagainya. Maka untuk membersihkan hati yang kotor
hendaklah membiasakan diri dengan berzikir, bertasbih dan bertahmid
kepada Allah.

Menjaga Hati

Thursday, 23 October 2014

Hukum Orang Yang Bertaubat Namun Masih Kembali Pada Kemaksiatan, Janganlah Berputus Asa Dari Rahmat ALLAH Serta Jenis Taubat Yang Tidak Diterima Oleh ALLAH

Hukum Orang Yang Bertaubat Namun Masih
Kembali Pada Kemaksiatan, Janganlah Berputus Asa Dari Rahmat ALLAH Serta
Jenis Taubat Yang Tidak Diterima Oleh ALLAH


Posted: 1 November 2012 in Fiqih & Fatwa

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

http://tausyah.wordpress.com/Taubatan-Nasuha
Taubatan-Nasuha
Bertaubat
adalah sesuatu yang wajib hukumnya bagi setiap muslimin dan muslimah
paling tidak sekali dalam seumur hidupnya, karena manusia hidup selalu
berada dalam kerugian dan tidak pernah luput dari dosa dan kesalahan.
Sebagaimana Firman ALLAH Ta’ala yang berbunyi :
وَالْعَصْرِإِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. QS. Al-‘Ashr : 001-002.
Karenanya wahai akhi lagi ukhti sekalian..tiap-tiap manusia selalu hidup dalam kerugian,
oleh karena dosa-dosa kecil yang dianggap tak jadi masalah dalam
hidupnya, seperti halnya berdusta, mengumpat, mengeluh, dan sebagainya.
Terlebih lagi dengan dosa-dosa besar yang pernah diperbuat, seperti
halnya seorang pembunuh, pezinah, peminum-minuman keras, mencuri,
penjudi dan sebagainya. Adalah semua dosa-dosa ini masih di ampuni oleh
ALLAH Tabaraka wa Ta’ala, selagi ia dengan bersungguh – sungguh datang
kepada kepada ALLAH dengan bertaubat yaitu dengan taubatan nasuha dan
berjanji bahwa ia tidak akan pernah melakukan dosa-dosanya yang telah
lalu.

Kecuali bagi orang –orang musryik dan kafir yang telah ALLAH janjikan
bagi mereka siksa neraka yang berkekalan dan selama-lamanya, karena
sedari lahir hingga ajal menjemput mereka..mereka senantiasa mengingkari
ALLAH dan Rasul-Nya serta berbuat kerusakan yang besar dimuka bumi.
Jikapun di
antara antum – anty sekalian yang membaca artikel ini pernah melakukan
dosa – dosa besar itu, maka bersegeralah untuk bertaubat pada
ALLAH..selagi jasad ini masih bernyawa, sedang pintu taubat masih
terbuka lebar-lebar bagi hamba-hamba yang mengkehendaki keridhoan
daripada ALLAH Tabaraka wa Ta’ala.
Berapa banyak yang kita lihat maupun kita dengar bahwasanya seorang pembunuh yang mati terbunuh, seorang penjudi yang mati di meja judinya,
seorang peminum-minuman keras yang mati dengan sebotol minuman keras
ditangannya, seorang pezinah yang mati saat ia berzinah dan lain
sebagainya. Ya..mereka mati dengan su’ul khotimah yang telah
berterang-terangan menunjukkan kekufurannya tanpa taubat dan menjadi
ahli neraka.


Maka wahai akhi lagi ukhti
sekalian..bertauatlah..sebelum ajal menjemput sedang nyawa sudah berada
dikerongkongan yang tidak akan beroleh tempat lagi untuk bertaubat
kepada ALLAH dan sekali-kali ALLAH Tabaraka wa Ta’ala tidak akan
menerima taubat mereka. Sebagaimana Fir’aun yang bertaubat kepada ALLAH
sedang ajalnya sudah sampai dikerongkongan, sehingga ia termasuk pada golongan manusia yang binasa dan dibinasakan oleh ALLAH Subhana wa Ta’ala.
Firman ALLAH Ta’ala :
وَجَاوَزْنَا
بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ
بَغْياً وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ
لا إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
Dan Kami
memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh
Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas
(mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:
“Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai
oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)”. QS. Yunus : 090.
Juga sanak saudara muslimin dan keluarganya yang telah membisikkan “syahadat” dijelang ajal saudaranya yang semasa hidupnya gemar berbuat maksiat, namun ia justru menyebut kata-kata yang lain yaitu ucapan yang penuh dengan kemaksiatan semasa ia berbuat maksiat didunia.

Namun bagaimanakah dengan muslimin dan
muslimah yang berniat untuk bertaubat, namun masih juga kembali kepada
kemaksiatannya itu. Karenanya..akhi ukhti sekalian..marilah kita kaji
lebih jauh..
ALLAH Subhana wa Ta’ala berfirman :
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن
رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah,
‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penya-yang’.” 
(az-Zumar: 53) 
Para ulama bersepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang bertaubat. Barangsiapa yang bertaubat dari dosa-dosanya
dengan taubat yang semurni-murninya, maka Allah mengampuni dosa-dosanya
semuanya, berdasarkan ayat ini dan berdasarkan firmanNya, 



Firman ALLAH Ta’ala :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى
رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ 
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai.” 
(at-Tahrim: 8) 
Allah SWT mempertalikan penghapusan kesalahan-kesalahan dan masuk surga pada ayat ini dengan taubat yang semurni-murninya,
yaitu pertaubatan yang mencakup meninggalkan dosa, waspada terhadapnya,
menyesali apa yang pernah dilakukannya, bertekad bulat untuk tidak
kembali kepadanya, karena meng-agungkan Allah, menginginkan pahalanya,
dan takut terhadap siksanya. Dan di antara syarat taubat ialah
mengembalikan hak-hak yang dizhalimi kepada yang berhak menerimanya atau
mereka memaafkannya, jika kemaksiatan tersebut berupa kezhaliman yang
menyangkut darah, harta dan kehormatan. Jika ia sulit meminta maaf dari
saudaranya menyangkut kehormatannya, maka ia banyak berdoa untuknya, dan
menyebut kebaikan-kebaikan
amal yang dilakukan olehnya di tempat-tempat di mana ia pernah
menggunjingkannya; karena kebaikan-kebaikan akan menghapuskan
keburukan-keburukan. Allah SWT berfirman, 



 وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 
“Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nur: 31) 
Allah Subhana wa Ta’ala mengaitkan dalam
ayat ini keberuntungan dengan taubat. Ini menunjukkan bahwa orang yang
bertaubat itu orang yang beruntung lagi berbahagia. Jika orang yang
bertaubat mengiringi taubatnya dengan iman dan amal shalih,
maka Allah menghapuskan keburukan-keburukannya dan menggantinya de-ngan
kebajikan-kebajikan. Sebagaimana firman Allah q dalam surah al-Furqan,
ketika menyebutkan kesyirikan, membunuh dengan tanpa hak dan zina, 



 وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ
ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً
صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً 
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membu-nuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa melakukan demikian
itu, niscaya dia mendapat (pem-balasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat
gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab
itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman
dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itu kejahatan mereka diganti
Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengam-pun lagi Maha
Penyayang.” 
(al-Furqan: 68-70) 
Di antara sebab taubat ialah ketundukan kepada Allah, me-mohon hidayah dan taufik kepadaNya, serta agar Dia memberi kurnia berupa taubat kepadamu.


Firman ALLAH Ta’ala :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ  
” Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. ” (Ghafir: 60) 
Firman ALLAH Ta’ala :


وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
“Dan
apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
mendoa apabila ia berdoa kepadaKu.” 
(al-Baqarah: 186) 
Di antara sebab-sebab taubat juga dan istiqamah di atasnya ialah berteman dengan orang-orang yang baik dan meneladani amalan-amalan mereka, serta menjauhi berteman dengan orang-orang yang jahat. Shahih dari Rasulullah bahwa beliau ber-sabda, 


اَلْمَرْءُ عَلىَ دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
“Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan kepada siapa berteman.” (HR. Abu Daud dalam al-Adab, no. 4833; at-Tirmidzi dalam az-Zuhd, no. 2378; Ahmad, no. 8212) 
Beliau bersabda, 
مَثَلُ
اْلجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَاْلجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ اْلمِسْكِ
وَنَافِخِ الْكِيْرِ فَحَامِلُ اْلمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا
أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحاً طَيِّبَةً
وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
رِيْحاً خَبِيْثَةً 
“Perumpamaan
teman yang shalih dan teman yang buruk ialah seperti pembawa minyak
wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan memberi minyak
kepadamu, kamu membeli darinya, atau kamu mencium baunya yang harum.
Sedangkan pandai besi mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu mencium
bau yang tidak sedap.” 
(HR. Al-Bukhari dalam al-Buyu`, no. 2101; Muslim dalam al-Birr wa ash-Shilah, no. 2628)
 
Wallahu Ta’ala A’lam..
Rujukan Kitab ad-Da’wah, al-Fatawa, hal. 251, Syaikh Ibnu Baz
Hukum Orang Yang Bertaubat Namun Masih Kembali Pada Kemaksiatan, Janganlah Berputus Asa Dari Rahmat ALLAH Serta Jenis Taubat Yang Tidak Diterima Oleh ALLAH

Do’a Yang Tidak Diperkenankan

Dari Abu Hurairah r.a katanya,:Rasulullah SAW bersabda:”Hai
manusia! Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima sesuatu
melainkan yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada
orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.
Firman-Nya:” Wahai para rasul, Makanlah makanan yang baik- baik (halal)
dan kerjakanlah amal soleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (al- Mukminun:51) “Wahai orang-orang yang beriman!
Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan
kepadamu…”(al-Baqarah:172) Kemudian Nabi SAW menceritakan tentang
seorang lelaki yang telah lama berjalan kerana jauhnya perjalanan yang
ditempuhnya sehingga rambutnya kusut masai dan berdebu. Orang itu
menadah tangannya ke langit dan berdoa:”Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku! “.
Padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram,
pakaiannya dari yang haram dan dia diasuh dengan makanan yang haram.
Maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya.”


(Muslim)


Huraian


1. Berdoa itu tidak boleh dilakukan secara semberono (tidak
berhati-hati) dan sembarangan, tetapi perlu kepada adab-adab dan
syarat-syarat tertentu. Orang yang berdoa sambil lewa dan menganggap
bahawa berdoa itu adalah suatu yang remeh adalah orang yang doanya
jarang dikabulkan sehingga kemudian


timbul prasangka buruk kepada Allah SWT.


2. Memakan makanan yang halal dan baik merupakan salah satu bentuk
dari ketaatan kepada Allah dalam memenuhi segala perintah-Nya.  Maka
apabila seseorang itu selalu taat kepada Allah dalam dalam segala
perkara dan sentiasa berada dalam kebenaran, insyaAllah segala apa yang
dipohon akan dikabulkan Allah.


3. Kita hendaklah berdoa dengan penuh keyakinan, harapan dan rasa
takut. Merendahkan diri dengan suara yang lirih, tenang, tidak
tergesa-gesa, penuh khusyuk dan tahu akan hakikat yang diminta. Ini
berdasarkan firman Allah yang bermaksud:”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
merendah diri dan


suara yang lembut ..” (al-A’raf : 55)


4. Rasulullah pernah bersabda yang maksudnya:”Tiada seorangpun yang
berdoa kepada Allah dengan suatu doa, kecuali dikabulkan-Nya dan dia
memperolehi salah satu daripada tiga keadaan, iaitu dipercepatkan
penerimaan doanya di dunia, disimpan (ditunda) untuknya sampai di
akhirat atau diganti dengan mencegahnya daripada musibah (bencana) yang
serupa.” (at-Tabrani).

Do’a Yang Tidak Diperkenankan

Malaikat, Jin dan Manusia Tiada Mengetahui yang Ghaib

Malaikat, Jin dan Manusia Tiada Mengetahui yang Ghaib


Posted: 11 Juni 2010 in Tausiyah

Tag:, , ,

Oleh : Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf


Istilah “penampakan” kian akrab di telinga masyarakat kita
akhir-akhir ini. Bagaimana pandangan syariat menyoroti hal ini?
Bagaimana pula dgn keyakinan bahwa sebagian manusia bisa mengetahui
hal-hal ghaib? Simak bahasan berikut!


Mempercayai hal-hal yg ghaib merupakan salah satu syarat dari benar keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


الم. ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ.
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ.
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ


“Alif laam miim. Kitab ini tdk ada keraguan pada petunjuk bagi mereka
yg bertakwa. mereka yg beriman kepada yg ghaib yg mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rizki yg Kami anugerahkan kepada mereka. Dan
mereka yg beriman kepada Kitab yg diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yg
telah diturunkan sebelummu. Serta mereka yakin akan ada akhirat. Mereka
itulah yg tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka dan merekalah orang2
yg beruntung.”


Ghaib adl segala sesuatu yg tersembunyi dan tdk terlihat oleh manusia
seperti surga neraka dan apa yg ada di dlm alam malaikat hari akhir
alam langit dan yg lain yg tdk bisa diketahui manusia kecuali bila ada
pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Alam jin dan wujud jin dlm bentuk asli seperti yg telah Allah
Subhanahu wa Ta’ala ciptakan adl ghaib bagi kita. Namun golongan jin
dapat berubah-ubah bentuk –dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala–
dan amat mungkin bagi mereka melakukan penampakan sehingga kita dapat
melihat dlm wujud yg bukan aslinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ


“Sesungguh ia dan pengikut-pengikut melihat kamu dari suatu tempat yg kamu tdk bisa melihat mereka.”


Dari Abu As-Sa`ib maula Hisyam bin Zuhrah beliau bercerita bahwa diri
pernah berkunjung ke rumah Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu
katanya: “Aku mendapati tengah mengerjakan shalat akupun duduk menunggu
hingga beliau selesai. Tiba-tiba aku mendengar ada gerakan pada bejana
tempat minum yg ada di pojok rumah. Aku menoleh ke arah dan ternyata ada
seekor ular. Aku segera meloncat utk membunuh namun Abu Sa’id memberi
isyarat kepadaku agar aku duduk. Ketika ia selesai dari shalat ia
menunjuk ke sebuah rumah yg ada di kampung itu sambil berkata: ‘Apakah
engkau lihat rumah itu?’ ‘Ya’ jawabku. Ia kemudian menuturkan ‘Dahulu yg
tinggal di rumah itu adl seorang pemuda yg baru saja menjadi pengantin.
Kala itu kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ke Khandaq dan pemuda itupun ikut bersama kami. Saat tengah hari
pemuda itu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
utk pulang menemui istrinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengizinkan sambil berpesan: ‘Bawalah senjatamu krn aku khawatir engkau
bertemu dgn orang2 dari Bani Quraidhah.’ Pemuda itu mengambil senjata
kemudian pulang menemui istrinya. Setiba di rumah ternyata istri sedang
berdiri di antara dua daun pintu. Ia mengarahkan tombak kepada istri utk
melukai krn merasa cemburu krn istri berada di luar rumah. Istri
berkata kepadanya: “Tahan dulu tombakmu dan masuklah ke dlm rumah
sehingga engkau akan tahu apa yg menyebabkan aku sampai keluar rumah!”


Pemuda itu masuk dan ternyata terdapat seekor ular besar yg melingkar
di atas tempat tidur. Pemuda itu lantas menghunuskan tombak dan
menusukkan pada ular tersebut. Setelah itu ia keluar dan menancapkan
tombak di dinding rumah. Ular itu menyerang dan terjadilah pergumulan
dgn ular tersebut. Tidak diketahui secara pasti mana di antara kedua yg
lbh dahulu mati ular atau pemuda itu.’


Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kejadian itu
kepada dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah agar
menghidupkan demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun
utk shahabat kalian itu!’


Selanjut beliau bersabda: ‘Sesungguh di Madinah terdapat golongan jin
yg telah masuk Islam mk jika kalian melihat sebagian mereka –dalam
wujud ular– berilah peringatan tiga hari. Dan apabila masih terlihat
olehmu setelah itu bunuhlah ia krn sebenar dia adl setan.” 1


Para Rasul Tidak Mengetahui yg Ghaib


Telah disebutkan sebelum bahwa sekumpulan jin datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendengarkan bacaan Al-Qur`an.
Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk mengetahui kehadiran
mereka kecuali setelah sebuah pohon memberitahu –dan Allah Subhanahu wa
Ta’ala Maha Kuasa utk menjadikan pohon dapat berbicara– seperti yg
disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dlm Shahih- dari shahabat Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu. Ini menunjukkan bahwa beliau tdk mengetahui perkara
ghaib kecuali yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


قُلْ لاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا
يُوْحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي اْلأَعْمَى وَالْبَصِيْرُ أَفَلاَ
تَتَفَكَّرُوْنَ


“Katakanlah: ‘Aku tdk mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah
ada padaku dan tdk pula aku mengetahui yg ghaib dan tdk pula aku
mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tdk mengetahui
kecuali apa yg diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yg
buta dgn orang yg melihat?’ mk apakah kamu tdk memikirkannya?”


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:


قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ
اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُوْنَ


“Katakanlah: ‘Aku tdk berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan
tdk pula menolak kemudharatan kecuali yg dikehendaki Allah. Dan sekira
aku mengetahui yg ghaib tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyak
dan aku tdk akan ditimpa kemudharatan. Aku tdk lain hanyalah pemberi
peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang2 yg beriman’.”


Para Malaikat Tidak Mengetahui yg Ghaib


Kendatipun para malaikat adl mahluk yg dekat di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala namun utk urusan ghaib ternyata mereka pun tdk mengetahuinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat pertama kali hendak menciptakan
manusia:


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ
خَلِيْفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ. وَعَلَّمَ آدَمَ اْلأَسْمَاءَ كُلَّهَا
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ
هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ. قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ
لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ


“Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat:
‘Sesungguh Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka
berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yg akan
membuat kerusakan pada dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa
bertasbih dgn memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman
‘Sesungguh Aku mengetahui apa yg kamu tdk ketahui.’ Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama seluruh kemudian mengemukakan kepada para Malaikat
lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang2 yg benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau tdk ada yg
kami ketahui selain dari apa yg telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguh Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.”


Kaum Jin Tidak Mengetahui yg Ghaib


Banyak sekali orang yg tertipu dan keliru kemudian mengira jika
bangsa jin mengetahui yg ghaib terutama bagi mereka yg terjun dlm kancah
sihir dan perdukunan. Akibat kepercayaan dan ketergantungan mereka
terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada
kekufuran.


Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala dgn tegas telah mementahkan anggapan ini dlm firman-Nya:


فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ
إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ
تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا
لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ


“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tdk ada yg
menunjukkan kepada mereka kematian itu kecuali rayap yg memakan
tongkatnya. mk tatkala ia tersungkur tahulah jin itu bahwa kalau sekira
mereka mengetahui yg ghaib tentulah mereka tdk tetap dlm siksa yg
menghinakan.”


Manusia Tidak Dapat Mengetahui Alam Ghaib


Jika para rasul yg merupakan utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm
menyampaikan syariat-Nya kepada manusia tdk mengetahui hal yg ghaib
sedikitpun mk sudah tentu manusia secara umum tdk ada yg dapat
mengetahui alam ghaib atau menjangkau batasan-batasannya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan agar mengimani perkara yg ghaib
dgn keimanan yg benar.


Keyakinan seperti ini agak sudah mulai membias. Apalagi saat ini
banyak sekali orang yg menampilkan diri sebagai narasumber utk
urusan-urusan yg ghaib mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dgn
masa depan seseorang dari mulai jodoh karir bisnis atau yg lainnya.


Kata ‘dukun’ barangkali sekarang ini jarang didengar dan bahkan serta
merta mereka akan menolak bila dikatakan dukun. Dalih apalagi kalau
bukan seputar “Kami tdk meminta syarat-syarat apapun kepada anda” “Kami
tdk menyuruh memotong ayam putih” dan sebagainya. Padahal praktek
seperti itu adl praktek dukun juga. Beda dukun sekarang ini
berpendidikan sehingga bahasa yg digunakan pun bahasa-bahasa ilmiah
sehingga mereka jelas enggan disebut dukun.


Tak ada seorang pun yg dapat melihat dan mengetahui perkara ghaib
menentukan ini dan itu terhadap sesuatu yg belum dan akan terjadi di
masa datang. Jika toh bisa itu semata-mata bantuan dan tipuan dari setan
sehingga dusta bila itu dihasilkan dari latihan dan olah jiwa.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوْهُ إِلاَّ
فَرِيْقًا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ
سُلْطَانٍ إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِاْلآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ
مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ


“Dan sesungguh Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaan
terhadap mereka lalu mereka mengikuti kecuali sebahagian orang2 yg
beriman. Dan tdk adl kekuasaan Iblis terhadap mereka melainkan hanyalah
agar Kami dapat membedakan siapa yg beriman kepada ada kehidupan akhirat
dari siapa yg ragu-ragu tentang hal itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara
segala sesuatu.”


Ada pula sebagian manusia yg memiliki aqidah rusak di mana mereka
meyakini ada sebagian orang yg keberadaan ghaib dari pandangan manusia
dan biasa identik dgn orang2 yg dianggap telah suci jiwanya. Mereka
mengistilahkan dgn roh suci atau rijalul ghaib.


Ketahuilah bahwa tdk ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula
istilah rijalul ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada
lain adl jin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا


“Dan bahwasa ada beberapa orang laki2 di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki2 di antara jin mk jin-jin itu menambah
bagi mereka dosa dan kesalahan.”


Alam ghaib tetaplah ghaib sesuatu yg tdk bisa diketahui dan dilihat
manusia kecuali apa yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ
ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ
خَلْفِهِ رَصَدًا


“ Yang Mengetahui yg ghaib mk Dia tdk memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yg ghaib itu. Kecuali kepada rasul yg diridhai-Nya mk
sesungguh Dia mengadakan penjaga-penjaga di muka dan di belakangnya.”


Kunci-kunci Ghaib adl Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala Semata


Sesungguh tdk ada seorangpun yg mengetahui perkara ghaib dan hal-hal
yg berhubungan dengan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah banyak menegaskan hal ini dlm Al-Qur`an. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُوْنَ أَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ


“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yg
mengetahui perkara yg ghaib kecuali Allah’ dan mereka tdk mengetahui
bila mereka akan dibangkitkan.”


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ
وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ
غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ
خَبِيْرٌ


“Sesungguh Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari
Kiamat dan Dialah yg menurunkan hujan dan mengetahui apa yg ada dlm
rahim. Dan tiada seorangpun yg dapat mengetahui apa yg akan diusahakan
besok. Dan tiada seorangpun yg dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sesungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:


ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ


“Yang demikian itu ialah Rabb Yang mengetahui yg ghaib dan yg nyata Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”


Dalam ayat lainnya:


قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ


“Allah berfirman ‘Bukankah sudah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguh
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yg kamu
lahirkan dan apa yg kamu sembunyikan?’.”


Banyak sekali dalil-dalil yg berhubungan dgn masalah ini. Namun
mungkin yg disebutkan di sini sudah dapat mewakili bahwa Allah-lah yg
mengetahui hal ihwal alam ghaib. Sedangkan manusia tdk ada yg bisa
mengetahui dan melihat kecuali apa-apa yg telah Allah Subhanahu wa
Ta’ala kuasakan.


Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin.


Wal ’ilmu ‘indallah.


1 Terjadi perbedaan pendapat dlm hal membunuh ular yg berada di
rumah. Sebagian ulama berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih
dahulu itu hanya berlaku di Madinah adapun di tempat selain bisa
langsung dibunuh. Ini adl pendapat Al-Imam Malik dan yg dikuatkan oleh
Al-Maziri. Sebagian yg lain berpendapat bahwa pemberian peringatan
terlebih dahulu bersifat umum bukan hanya di Madinah. Kecuali ular
Al-Abtar yakni yg berekor pendek dan Dzu Thufyatain yg mempunyai dua
garis lurus berwarna putih di punggung boleh langsung dibunuh walaupun
di rumah.


Sumber: http://www.asysyariah.com

Malaikat, Jin dan Manusia Tiada Mengetahui yang Ghaib