Jejak-Jejak Iblis
Fiqih Quran & Hadist Oleh : Redaksi 09 Aug, 04 – 7:34 ammenampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya, dan setan
berkata: ‘Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang
kekal (dalam surga)’. Dia bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya
saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.’ Dia
membujuk keduanya dengan tipu daya….” (Al-A’raf: 20 — 22).
Adam dan Hawa tinggal di surga. Iblis iri dibuatnya. Ia menyimpan
dendam kesumat terhadap keduanya. Iblis pun berjanji akan mendongkel
mereka dari surga. Tidak hanya itu, Iblis juga berjanji menggelincirkan
anak cucu Adam sampai kiamat. Demi ambisinya, Iblis bahkan meminta
dispensasi kepada Allah untuk bisa hidup sampai akhir zaman. Ia pun
mencari celah untuk menggoda Adam dan Hawa. Celah itu akhirnya ia
temukan. Iblis membujuk keduanya agar mendekati pohon larangan. Pohon
yang Allah melarang keduanya untuk mendekati dan memakan buahnya.
Keduanya tertipu, mereka mendekati dan memakan buahnya. Iblis tertawa
terbahak. Akhirnya, mereka semua dikeluarkan dari surga.
Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk
menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya…. Setan tahu
jika keduanya mendekati pohon larangan, aurat mereka akan tampak,
karena mendekatinya adalah larangan dan melanggar larangan adalah
maksiyat kepada Allah. Fawaswasa lahuma… (Iblis kemudian membisiki
keduanya). Waswasah adalah bisikan hati dan suara yang pelan. Artinya,
iblis melakukannya secara halus, melalui bisikan hati, dan kadang tidak
terdeteksi.
Setan berkata, “Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu,
melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi
orang yang kekal di surga.”
Pintu tipu daya terbesar adalah ketika Iblis berhasil
mengidentifikasi keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Demikian
dikatakan oleh Ibnu Qoyyim. Keinginan…, itulah yang banyak menjadi
pintu tipu daya setan. Seperti maklum, setan menggoda Anak Adam melalui
aliran darah. Ia mencapai nafsu manusia dengan merasuk dan
menanyainya, termasuk menanyai apa yang disukai dan apa yang tak
disukai; apa yang diingini dan apa yang tak diingini. Anak Adam banyak
terperdaya melalui pintu ini.
Setelah iblis berhasil mengendus keinginan moyang kita, ia
menerapkan politik berikutnya. Apa itu? ia berkedok menjadi penasihat
bagi keduanya. Tidak tanggung-tanggung, untuk meyakinkan Adam dan Hawa,
ia harus bersumpah dengan nama Allah. Untaian kalimatnya pun dibuat
simpatik, Waqaasamahumaa innii lakumaa la-minan-naasihiin (Dia
bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya saya termasuk orang yang
memberi nasehat kepada kalian berdua….’).
Sebuah ungkapan yang membuai, Ada penegasan dengan sumpah
(waqaasamahumaa) , ada penegasan dengan kata sesungguhnya (inni), unsur
objek dikedepankan dari subjek (lakumaa sebelum naasihin) yang
mengandung makna pengkhususan, sehingga ayat tersebut bisa bermakna,
“Nasihatku kuberikan khusus untuk kalian berdua, dan manfaatnya kembali
kepada kalian berdua, bukan kepadaku.”
Pekerjaan menasihati juga diungkapkan dengan isim fa’il yang
menunjukkan sifat, dan bukan fi’il yang menunjukkan kejadian yang baru
terjadi, sehingga ia dapat dimaknai: memberikan nasihat adalah sifat,
watak, dan profesiku, bukan hal yang bersifat insiden.
Iblis juga menggambarkan dirinya sebagai salah satu dari banyak
penasihat (laminan-naasihin), dengan begitu seolah dia berkata, “Banyak
orang menasihatimu dalam hal ini, sedangkan aku hanya salah seorang
dari mereka.” Ini serupa dengan ungkapan, “Semua orang sependapat
denganku dalam masalah ini, dan aku hanyalah salah seorang yang
menyuruhmu berbuat begitu.”
Singkatnya, iblis menggunakan politik meyakinkan, membesarkan hati,
dan memberikan solusi untuk sebuah tindakan membohongi, menipu, dan
memperdaya. Untuk meyakinkan, ia tampil sebagai pemberi nasihat atau
konsultan profesional, yang pendapatnya diklaim mewakili pendapat
kebanyakan. Bahkan, untuk menipu Adam dan Hawa, Iblis perlu menjuluki
pohon larangan dengan pohon kekekalan, seperti dalam firman Allah, “Setan
berkata: ‘Wahai Adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon kekekalan
(syajaratul khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa’?” (Thaha:
120).
Politik Iblis banyak ditiru pengikut-pengikutnya. Termasuk
pengikutnya dari golongan manusia. Ada politik “penghalusan” semacam di
atas. Kemungkaran banyak dijuluki dengan nama cantik. Judi dinamakan
adu ketangkasan. Dahulu, judi bahkan dinamakan sumbangan dana sosial;
pelacur dijuluki wanita idaman; riba disebut bunga; pengingkaran
terhadap ayat dinamakan kontekstualisasi; penyelewengan Alquran diklaim
membumikan Alquran; pembantaian penduduk sipil disebut penegakan
demokrasi. Memerangi Islam disebut memerangi teroris, dan seterusnya.
Mendompleng keinginan orang juga lazim digunakan para pengikut setan.
Jika mereka bermaksud mempengaruhi orang, agar maksud jahatnya
terwujud, mereka memulai menyinggung keinginan, kemauan, dan kebutuhan
orang yang dipengaruhi, seperti keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di
surga. Kadang “singgungan” itu berupa rangsangan untuk menuju
keinginan, kadang keinginan itu sendiri yang dipenuhi sebagai semacam
“suapan”. Betapa banyak misionaris yang membujuk umat Islam dengan
kedok bantuan-bantuan kemanusiaan, terutama saat mereka tertimpa
musibah atau terdesak kebutuhan. Juga betapa sering bangsa Barat
memperalat pemerintahan negeri-negeri Islam untuk memerangi orang Islam
dengan iming-iming yang menggiurkan atau yang lazim disebut dengan
politik stick and carrot.
Sebagaimana Iblis berkedok menjadi penasihat profesional, para
pengikutnya di era modern juga demikian. Penasihat yang memberikan
arahan dan solusi. Jika iblis melegalisasi profesionalismenya dengan
sumpah atas nama Allah, dan dengan penguatan-penguatan lain, para
penasihat modern tampil dengan performa yang meyakinkah, kredibel,
bonafid, dan sejenisnya karena sebelumnya memang telah diopinikan
demikian. Maka, ketika sebuah negara sakit, mereka tampil menjadi
dokter. Orang sakit tentu susah dan kurang etis jika membantah sang
dokter, tak peduli diagnosanya keliru, juga tak peduli obat yang
diberikan racun sekalipun. Betapa banyak negeri yang sami’na waata’na
didikte oleh lembaga semacam IMF dengan dalih penyelamatan, meskipun
sesungguhnya penjerumusan.
Jika setan suka mengatasnamakan orang banyak (sesungguhnya aku salah
satu pemberi nasihat), setan modern demikian juga. Untuk menjustifikasi
kemauannya, ia perlu menyatakan bahwa ia didukung oleh banyak pihak.
Meski kadang dukungan tersebut lebih bersifat klaim, misalanya
penganugerahan nobel perdamaian dan sejenisnya. Bukankah pada era
modern opini media massa yang membentuk fakta dan bukan fakta yang
membentuk opini? Contoh menarik dewasa ini adalah daftar kelompok
teroris versi PBB yang diklaim atas masukan banyak negara, seolah
daftar tersebut mewakili aspirasi mayoritas penduduk dunia.
Akhirnya, marilah kita berlindung kepada Allah dari tipu daya setan, seperti diajarkan Allah dalam Alquran, “Katakanlah: ‘Aku
berlindung dari Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja
manusia. Sembahan manusia. Dari kejahaan bisikan setan yang biasa
bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari
golongan jin dan manusia’.” (An-Naas: 1 – 6). (Abu Zahrah).
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
No comments:
Post a Comment