Thursday, 23 October 2014

Wasiat Dan Nasihat Syaikh Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله Kepada Para Pendakwah, Para Muda Mudi Islam Dan Para Penuntut Ilmu Serta Kepada Seluruh Muslimin Dan Muslimah

Wasiat Dan Nasihat Syaikh Al-Imam
Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله Kepada Para
Pendakwah, Para Muda Mudi Islam Dan Para Penuntut Ilmu Serta Kepada
Seluruh Muslimin Dan Muslimah


Posted: 22 Mei 2013 in Renungan

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

http://tausyah.wordpress.com/Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Nasihat Bagi Pemuda Islam dan Penuntut Ilmu


Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku
agar bertakwa kepada Allah جل جلا له, kemudian apa saja yang menjadi
bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala seperti:
1. Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih.
Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu.
Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah جل جلا
له telah khususkan bagi para ulama. Dalam Firman-Nya :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“… Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di-antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat.. “(QS. Al-Mujaadilah : 11)
2. Menjauhi perkara-perkara yang dapat
menggelincirkanmu, yang sebagian “Thalibul Ilmi” (para penuntut ilmu)
telah terperosok dan terjatuh padanya. Diantara perkara-perkara itu :
  • Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub (kagum pada diri
    sendiri) dan terperdaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.
  • Mengeluarkan fatwa untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan
    apa yang tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan (dari
    pendapat-pendapat) para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yang telah
    meninggalkan “harta warisan” berupa ilmu yang menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam.

    (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya
    penyelesaian berbagai musibah/ben­cana yang bertumpuk sepanjang
    perjalanan zaman. Sebagai­mana kita telah ikut menjalani/merasakannya,
    dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.
Meminta bantuan dalam berpendapat dengan
berpedoman pada perkataan dan pendapat Salaf, akan sangat membantu kita
untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kepada
sumber Islam yang murni, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahihah.
Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian
bahwasanya aku hidup di suatu zaman yang mana kualami padanya dua
perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana
kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam
ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada
madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyang mereka.
Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Demikian juga yang terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang
tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga
kamipun hidup bagaikan “Ghurabaa ” (orang-orang asing) yang telah
digambarkan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم dalam beberapa hadits
beliau yang telah dimaklumi, seperti:
إِنَّ الإِسلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Sesungguhnya awal mula Islam itu sebagai
suatu yang asing/ aneh, dan akan kembali asing sebagaimana
permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing”
Dalam sebagian riwayat, Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda :


هُمْ أُنَاسٌ قَلِيْلٌ صَالِحُونَ بَيْنَ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ
“Mereka (al-Ghurabaa’) adalah orang-orang shaleh yang jumlahnya
sedikit disekeliling orang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak
dari yang mentaati mereka.” (HR. Ahmad).


Dalam riwayat lain beliau bersabda :


هُمُ الَّذِيْنَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّسُ مِنْ سُنَّتِي مِنْ بَعْدِي
“Mereka orang-orang yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-sunnahku sepeninggalku”


Aku katakan : “Kami telah alami zaman
itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yang baik bagi dakwah
yang di laku­kan oleh mereka para ghurabaa’, dengan tujuan mengadakan
per­baikan ditengah barisan para pemuda mukmin.
Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqamah dalam kesungguhan
di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم tatkala mengetahui keshahihannya.”
Akan tetapi kegembiraan kami terhadap
kebangkitan yang kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tidak
berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dengan terjadinya sikap
“berbalik”, dan perubahan yang dahsyat pada diri pemuda-pemuda itu, di
sebagian negeri. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan
buah yang baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebabnya?. Di
sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebabnya adalah karena mereka
tertimpa oleh perasaan ujub (membanggakan diri) dan terperdaya oleh
kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yang shalih. Perasaan
tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yang terlantar, bahkan
terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka
memiliki keunggulan dengan lahirnya kebangkitan ini, atas para ulama,
ahli ilmu dan para syaikh yang bertebaran diberbagai belahan dunia
Islam.
Sebagaimana merekapun tidak mensyukuri nikmat Allah جل جلا له yang telah memberikan Taufik dan Petunjuk
kepada mereka untuk mengenal ilmu yang benar beserta adab-adabnya.
Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira bahwa sesungguhnya
mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.
Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa
yang tidak matang alias mentah, tidak berdiri diatas sebuah pemahaman
yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa
itu dari pendapat-pendapat yang tidak matang, lalu mereka mengira
bahwasanya itulah ilmu yang terambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, maka
mereka pun tersesat dengan pendapat-pendapat itu, dan juga menyesatkan
banyak orang.
Suatu hal yang tidak sama bagi kalian,
akibat dari itu semua­nya muncullah sekelompok orang (“suatu jama’ah”)
dibeberapa negeri Islam yang secara lantang mengkafirkan setiap jama’ah-jama’ah muslimin dengan filsafat-filsafat
yang tidak dapat di ung­kapkan secara mendalam pada kesempatan yang
secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini hanya untuk
menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du’at (da’i).
Oleh sebab itu saya menasehati
saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yang berada di setiap
negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, dan hendaklah tidak
terperdaya oleh apa yang telah mereka capai berupa ilmu yang di
milikinya. Pada hakekatnya mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tidak
hanya bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yang
mereka sebut dengan “ijtihad mereka”.
Saya banyak mendengar pula dari
saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dengan sangat
mudah dan gampang tanpa memikirkan akibatnya : “Saya berijtihad”. Atau
“saya berpendapat begini” atau “saya tidak berpendapat begitu”, dan
ketika anda bertanya kepada mereka; kamu berijtihad ber­dasarkan pada
apa, sehingga pendapatmu begini dan begitu? Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah صلي الله عليه وسلم serta ijma’ (kesepakatan) para ulama dari
kalangan Sahabat Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan yang lainnya?
Ataukah pendapatmu ini hanya hawa nafsu dan pemahaman yang pendek dalam
menganalisa dan beristidlal (pengambilan dalil)?. Inilah realitanya,
berpendapat berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yang kerdil dalam
meng­analisa dan beristidlal. Ini semuanya dalam keyakinanku disebab­kan
karena perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.
Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena (gejala) yang sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.
Fenomena tersebut tampak di mana seorang
yang tadinya sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu
hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits.
Padahal jika anda kembali melihat tulisannya dalam ilmu yang mulia ini,
anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan
dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah,
apakah faktor pendorongnya (dalam melakukan hal ini) wahai anak muda?
Faktor pendorongnya adalah karena ingin tampak dan muncul di permukaan.
Maka benarlah orang yang berkata :
(حُبُّ الظُّهُورِ يَقْطَعُ الظُّهُورَ)
“Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung (akan berakibat buruk)”.


Sekali lagi saya menasehati
saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yang
tidak Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yang telah diberikan
kepada mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub
terhadap diri sendiri.
Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dengan cara yang terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, karena kami ber­keyakinan bahwasanya Allah جل جلا له ketika berfirman :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah manusia kejalan Rabbmu dengan hikmah dan pe­ringatan yang
haik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik.. “. (QS. An-Nahl:
125)


Bahwa sesungguhnya Allah جل جلا له
tidaklah mengatakannya kecuali kebenaran (alhaq) itu, terasa berat oleh
jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk
menerimanya, kecuali mereka yang di kehendaki oleh Allah. Maka dari itu,
jika di padukan antara beratnya kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah
yang keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia se­makin jauh dari
panggilan dakwah, sedangkan kalian telah menge­tahui sabda Nabi صلي
الله عليه وسلم :
إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرُونَ “ثَلَاثًا”
“Bahwasanya di antara kalian ada orang-orang yang men­jauhkan (manusia dari agama); beliau mengucapkan tiga kali”.


Wasiat Al-Albani Untuk Segenap Kaum Muslimin


Sebagai ulama besar yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap ummat ini, Imam al-Albani رحمه الله telah meyampaikan wasiat berupa nasihat
dan bimbingan yang diperuntukkan kepada kaum Muslimin di seluruh dunia.
Nasehat ini disampaikan pada bulan-bulan terakhir kehidupannya di dunia
yang fana ini.
Isi wasiat, sebagai berikut:
Sesungguhnya segala puji hanya milik
Allah جل جلا له kami memuji-Nya, memohon ampunan dan pertolongan-Nya.
Kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan
amal perbuatan kami. Siapa yang ditunjuki Allah جل جلا له niscaya tiada
yang menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkanNya tiada pula yang
menunjukinya. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku
bersaksi bahwasanya Muhammad صلي الله عليه وسلم adalah hamba dan
Rasul-Nya.
Wasiatku kepada setiap muslim di belahan
bumi manapun berada, lebih khusus kepada saudara-saudara kami yang ikut
ber­partisipasi bersama kami dalam penisbatan kepada dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafush Shalih.
Aku wasiatkan kepada mereka dan terutama diriku agar bertakwa kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala.
Kemudian agar membekali diri dengan ilmu yang berman­faat sebagaimana firman Allah:


وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ
“Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu. ” (QS. Al-Baqarah: 282).


Hendaknya mereka ketahui bahwa ilmu yang
baik atau benar menurut pandangan kami tidak keluar dari al-Qur’an dan
as-Sunnah yang sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih.
Hendaknya mereka padukan antara ilmu yang
dimiliki dan pengamalannya sedapat mungkin. Dengan demikian ilmu tidak
menjadi hujjah yang justru mencelakakan mereka, (يَومَ لاَيَنْفَعُ مَالٌ
وَلاَبَنُونَ إٍلاَّ مَنْ أَتَي اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ) yang mana pada
hari itu harta benda dan anak keturunan tidak bermanfaat kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.
Aku ingatkan, agar waspada dari segala
bentuk kerjasama dan persekutuan dengan orang-orang yang dalam banyak
hal telah keluar dan menyimpang dari jalur Salafi.
Penyimpangan-penyim­pangan itu sangat banyak. Bilamana dipadukan akan
identik dengan sikap khuruj (keluar) yang berarti memberontak terhadap
kaum Muslimin dan jama’ah mereka.
Kami hanya perintahkan agar mereka
mewujudkan sebuah komunitas seperti yang disabdakan oleh Nabi صلي الله
عليه وسلم dalam sebuah hadist yang shahih:
وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
“Dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.”1


Hendaklah kita bergaul dangan cara yang
baik dan ramah dalam berdakwah mengajak orang-orang yang menyelisihi
dakwah kita. Agar sesuai dengan manhaj dan pemahaman Salafush Shalih. Dan selamanya kita harus berpegang teguh pada firman Allah جل جلا له:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125).
Orang yang paling berhak diperlakukan dengan cara hikmah adalah orang yang paling keras menentang kita dalam prinsip dan aqidah
kita. Hal ini kita lakukan agar tidak ter­tumpu pada kita dua beban
yang berat, beratnya dakwah haq yang telah dianugerahkan Allah جل جلا له
kepada kita kemudian di­bebani lagi dengan jeleknya cara dakwah kita
kepada Allah.
Aku berharap dari semua saudara-saudaraku
yang berada di setiap negeri Islam, agar melaksanakan adab-adab yang
Islami ini, semata-mata karena mengharap wajah Allah جل جلا له dan tidak
meng­harap balasan dan tidak pula ucapan terima kasih dari manusia.
Semoga apa yang saya sampaikan ini telah mencukupi. Walhamdu-lillaahi
Rabbil ‘aalamin.”
Sumber: Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad Ini, Oleh: Mubarrak B.M. Bamuallim Lc.

Wasiat Dan Nasihat Syaikh Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله Kepada Para Pendakwah, Para Muda Mudi Islam Dan Para Penuntut Ilmu Serta Kepada Seluruh Muslimin Dan Muslimah

No comments:

Post a Comment